Mitigasi Bencana Lewat Metoda Patanjala, Konsep Karuhun Kelola Alam agar Haknya untuk Hidup Berjalan Natural

JABAR EKSPRES – Peristiwa bencana banjir yang merendam empat desa akibat luapan Sungai Cimande, di wilayah Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang menjadi peringatan serius bahwa kondisi lingkungan sudah semakin buruk hingga mengancam kehidupan.

Diketahui, sekira sebanyak 2.000 jiwa menjadi korban terdampak banjir luapan Sungai Cimande, yang merendam Desa Sindangpakuon, Sindanggalih, Sukadana dan Desa Cihanjuang belum lama ini.

Pengkajian hingga konsep pengelolaan sungai pun sejatinya telah banyak dilakukan, seperti yang digaungkan oleh Yayasan Pustaka Buana Nusantara.

Ketua Yayasan Pustaka Buana Nusantara, Apansah mengatakan, pihaknya sengaja menyelenggarakan kegiatan guna mengedukasi dan mensosialisasikan, kepada masyarakat untuk sadar akan lingkungan.

“Ini sebetulnya peresmian sebagai lokasi kegiatan kita dalam upaya menyadarkan kepada masyarakat, terhadap kesadaran lingkungan,” katanya saat ditemui Jabar Ekspres di Cimanggung, Sumedang pada Rabu (19/3).

Apansah menerangkan, setelah banyak melakukan riset penelitian akhirnya mempunyai metode pengelolaan sungai, dengan cara seperti yang dilakukan para karuhun atau leluhur di tanah Sunda.

“Tujuan kita untuk penyadar tahuan, sosialisasi bahwa kami punya konsep, metodelogi pengelolaan lingkungan sungai berbasis Patanjala (kearifan budaya),” terangnya.

Apansah mengungkapkan, peristiwa bencana banjir yang melanda Cimanggung bukan serta-merta terjadi tanpa ada sebab. Menurutnya, hal itu dikarenakan sudah terlalu banyaknya pengabaian kerusakan.

“Banjir di Cimanggung ini merupakan akumulasi, bukan setahun atau dua tahun (pengabaian kerusakan). Sekarang semua tempat sudah rusak, akibat banyak diberikan izin (oleh pemerintah),” ungkapnya.

Dijelaskan Apansah, pemberian izin yang banyak dilakukan pemerintah itu, seperti bolehnya pengusaha mengelola lingkungan untuk kepentingan komersil, tanpa adanya upaya untuk menjaganya.

“Misal bisa membangun (di sempadan sungai), dari sungai besar sekarang jadi mengecil, kemudian pabrik dimana-mana, sehingga membendung aliran sungai dan sebagainya, jalan juga sedemikian rupa sehingga aliran sungai jadi tertahan,” jelasnya.

Menurut Apansah, sungai tak boleh dibendung, termasuk DAS (daerah aliran sungai) jangan digunakan demi kepentingan komersil, sebab dampaknya secara kumulatif akan mengancam keberlangsungan hidup, salah satunya bencana besar yang dapat melanda.

Dia memaparkan, sudah seharusnya sungai mengalir bebas tanpa diatur oleh manusia, seperti yang dilakukan para leluhur atau kahurun.

Writer: Yanuar Baswata

Tinggalkan Balasan