Ratusan siswa penyandang disabilitas dengan semangat berkumpul di Rumah Bhineka, Jalan Hercules No. 76, Kota Bandung, dalam acara bertajuk ‘Ibadah Bersama Java Retro Adam-Adrian’. 130 siswa difabel, didampingi 70 pendamping dari berbagai sekolah di Bandung Raya, termasuk Kota Cimahi, hadir dalam acara ini.
Firman Satria, Jabar Ekspres
Sejak pertama kali digelar pada tahun 2018, program ini rutin diadakan dengan tujuan utama membantu para penyandang disabilitas dan yatim piatu. Selain menyediakan pemeriksaan kesehatan gratis, Adam-Adrian juga memberikan bantuan seragam dan perlengkapan sekolah bagi yang membutuhkan.
Petrus Adam Santosa, pemilik Java Retro, berbagi cerita mengenai alasan kepeduliannya terhadap difabel. Menurutnya, banyak penyandang disabilitas yang mengalami kesulitan dalam mengakses layanan publik, terutama layanan kesehatan dan pendidikan.
“Mereka sering menghadapi kendala, misalnya saat ingin berobat di puskesmas atau mengakses pelayanan publik lainnya. Saya punya teman difabel, jadi saya lebih paham dan merasakan betapa sulitnya bagi mereka,” kata Adam saat ditemui awak media, Kamis (27/2/25).
Adam mengungkapkan bahwa masih banyak pelajar difabel yang kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan dan pendidikan. Oleh karena itu, ia merasa perlu untuk membantu meringankan beban mereka dengan menyediakan pelayanan kesehatan gratis serta obat-obatan.
Selain itu, Adam-Adrian juga memastikan bahwa para difabel mendapatkan hak mereka dalam pendidikan. Setiap kali kegiatan dilaksanakan, mereka selalu membagikan seragam sekolah dan alat tulis secara gratis.
“Harapan saya sederhana, mereka bisa mendapatkan keadilan di negeri ini. Jangan sampai mereka selalu diperlakukan berbeda. Mereka berhak diperlakukan setara,” ujar Adam dengan tegas.
Koordinator kegiatan ‘Ibadah Bersama Java Retro’, Restu, menambahkan bahwa sejak pertama kali digagas, program ini selalu mendapatkan antusiasme tinggi dari peserta. Namun, pasca pandemi COVID-19, pihaknya memperketat seleksi peserta agar bantuan dapat diberikan tepat sasaran.
“Sebelumnya, peserta bisa mencapai 400-500 orang. Sekarang kami lebih selektif untuk memastikan bantuan ini sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan,” ungkap Restu.
Menjelang bulan Ramadan, kegiatan ini akan sedikit dikurangi untuk menghormati ibadah puasa. “Kami akan istirahat sementara karena proses pengajaran tidak terlalu intens, dan kami juga tidak ingin mengganggu ibadah puasa,” jelas Restu.