Antara Ambisi Wisata dan Realita Kemiskinan di Kota Banjar

JABAR EKSPRES – Rencana besar Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjar terpilih, Sudarsono dan Supriana, untuk menjadikan Sungai Citanduy sebagai destinasi wisata air bernama Citanduy Waterway menuai beragam tanggapan kritis.

Meski terlihat menjanjikan, berbagai pihak menilai pemerintah belum memprioritaskan isu-isu mendesak seperti kemiskinan, pendidikan, dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kota Banjar tercatat sebagai salah satu daerah dengan Upah Minimum Regional (UMR) terendah di Jawa Barat. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait relevansi pembangunan besar seperti Citanduy Waterway dengan kebutuhan mendesak masyarakat.

BACA JUGA: Sempat Jadi Kebanggaan Kota Banjar, Taman Ecopark Kini Kondisinya Memprihatinkan

“Pemerintah perlu lebih fokus pada permasalahan mendasar, seperti kemiskinan dan pengangguran. Citanduy Waterway memang bisa menjadi ikon, tapi bagaimana dampaknya bagi masyarakat yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar mereka?” ujar Yoyo Sutarya, seorang periset, dokumentaris, musisi, sekaligus pemerhati sosial muda dari Jawa Barat, Senin 20 Januari 2025.

Rendahnya tingkat pendidikan di Kota Banjar menjadi penghambat utama dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Meski isu ini sempat disinggung dalam debat calon wali kota, langkah konkret untuk mengatasinya belum terlihat jelas.

“Pendidikan adalah pondasi utama untuk membangun masyarakat yang mandiri dan produktif, jika pendidikan tidak ditingkatkan bagaimana mungkin masyarakat bisa berkontribusi pada pembangunan kota?” tegas Yoyo.

Pemerintah Kota Banjar mengandalkan proyek seperti Citanduy Waterway, rest area, dan kawasan ekonomi khusus (KEK) untuk meningkatkan PAD. Namun, proyek-proyek besar ini membutuhkan waktu panjang dan dana besar, sementara dampaknya terhadap masyarakat lokal belum jelas.

BACA JUGA: Target 1.000 Sambungan Rumah Air Bersih di Kota Banjar Belum Tercapai

“PAD bisa ditingkatkan melalui langkah sederhana, seperti pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pelatihan keterampilan, atau pengembangan pasar lokal. Proyek besar hanya akan menguntungkan segelintir pihak jika masyarakat lokal tidak dilibatkan,” tambah Yoyo.

Selain itu, kritik juga muncul terkait pengelolaan sektor pariwisata di Banjar. Meski sudah ada sejumlah tempat wisata dengan anggaran besar, pengelolaan yang kurang baik membuat dampaknya terhadap ekonomi lokal minim.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan