Dugaan Pungli Seragam SMKN 1 Cihampelas Bandung Barat, Waka Kesiswaan Raup Rp700 Juta

JABAR EKSPRES – Dugaan pungutan liar (pungli) berkedok pembelian seragam terjadi di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Nilai nominal hasil pungutan liar yang terkumpul diduga mencapai lebih dari Rp700 juta, dengan rincian satu siswa ditarif Rp1,5 juta.

Hal ini pun sempat ramai di media sosial instagram dan diunggah oleh @can.anugrah pada November 2024 lalu. Akun tersebut mengunggah kronologis dugaan pungli yang dilakukan oleh pihak SMKN 1 Cihampelas.

Dalam unggahannya, ia meminta pemerintah mengusut tuntas dugaan pungli berkedok seragam tersebut. Pasalnya, setiap siswa khusunya kelas X secara tiba-tiba diminta membayar uang sebesar Rp1.5 juta tanpa adanya rapat bersama komite ataupun orang tua siswa.

Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat Deden Saepul Hidayat pun membenarkan terkait dugaan pungli yang terjadi di lingkungan SMKN 1 Cihampelas, Bandung Barat.

Deden menuturkan, pungutan liar berkedok seragam tersebut diduga dilakukan oleh oknum PNS yang menjabat sebagai Wakil Kepala Kesiswaan di SMKN 1 Cihampelas.

“Betul dan saat ini sedang dilakukan proses. Kami sudah melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan. Yang bersangkutan mengakui perbuatannya,” ungkap Deden saat dihubungi, Jumat (10/1).

Berdasarkan hasil pemeriksaan, dikatakan Deden, dugaan pungutan liar tersebut terjadi sejak awal penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMKN 1 Cihampelas.

“Jadi siswa tiba-tiba menerima pemberitahuan untuk melakukan pembayaran seragam sekolah sebanyak 5 item senilai Rp 1,5 juta melalui pesan Whatsapp siswa,” katanya.

Menurutnya, oknum PNS Wakil Kepala Kesiswaan SMKN 1 Cihampelas tersebut mewajibkan semua siswa baru kelas X untuk membeli 5 item seragam, seragam batik, seragam olahraga, baju koko, seragam produktif, dan atribut sekolah.

“Jika melihat dari jumlahnya, itukan Rp1,5 juta dikali 493 siswa. Memang akan mencapai lebih dari Rp 500 juta. Dan itu juga sudah diakui juga oleh yang bersangkutan,” jelas Deden.

Proses pemungutan itu dilakukan tanpa melalui pengumuman resmi lembaga sekolah maupun koperasi. Pengumuman kewajiban pembelian seragam dilakukan sepihak tanpa melalui rapat orangtua siswa terlebih dahulu.

“Dari berita acara, yang bersangkutan memungut tanpa melakukan rapat orang tua siswa. Kepsek juga menyatakan, ini di luar koordinasinya sebagai kepala sekolah,” sebutnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan