Yogya Ciwalk Kota Bandung Tutup, Pertumbuhan Ritel Melambat?

JABAREKSPRES – Salah satu ritel Yogya Ciwalk di Kota Bandung mengumumkan penutupan gerainya di pusat perbelanjaan Cihampelas Walk mall.

Penutupan gerai ini akan dilakukan pada 4 November 2024. Hal ini menunjukan bahwa sektor industri ritel sedang mengalami keterpurukan.

Yogya Ciwalk sendiri merupakan salah satu tempat paling favorit untuk belanja di Kota Bandung. Berada di gedung Ciwalk Mall, Yogya seblumnya kerap ramai dikunjungi masyarakat untuk berbelanja.

Meski begitu, melalui akun instagramnya, Yogya group masih mengoperasikan beberapa cabangnya yang ada di Kota Bandung.

Yogya Ciumbuleuit, Yogya Junction 8, Yogya Riau Junction, Yogya Grand Kepatihan, Yogya Padjajaran, serta cabang Griya seperti Griya Pasteur, Griya Setrasari, Griya Setiabudi dan Griya Pahlawan.

Fenomena sepinya pembeli diduga menjadi sebab, beberapa ritel yang ada di Kota Bandung. Bahkan sejumlah gerai yang berada di pusat perbelanjaan banyak yang menutup tokonya.

Selain beberapa supermarket, seperti Matahari, Hero Supermarket dan Giant dan Transmart lebih dulu menutup gerainya yang ada di Kota Bandung.

Menanggapi hal ini Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengakui, kondisi pertumbuhan ritel pada semester I 2024 hanya berada pada level 4,1 persen sampai dengan 4,2 persen.

Pertumbuhan ini justru lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama  pada 2023 lalu, yaitu 4,8-4,9 persen.

Selanjutnya pada Kuartal II-2024 malah turun dikisaran 3,5 persen sampai 4 persen. Meski begitu, Roy optimis pertumbuhan ritel belum berada di level negatif.

‘’Kami mengakui telah terjadi perlambatan sejak tiga bulan lalu, atau tepatnya setelah momentum Lebaran Idul Fitri,’’ ujar Roy dalam keterangannya belum lama ini.

Lambatnya pertumbuhan ini dikarenakan dampak dari terjadinya Deflasi. Dimana tingkat daya beli masyarakat mengalami penurunan.

Selain itu, fenomena maraknya pemutusan hubungan kerja berimbas kepada penurunan kemampuan ekonomi masyarakat.

‘’Yang tak kalah penting adalah kenaikan suku bunga menjadi faktor dari menurunnya daya beli masyarakat itu sendiri,’’ ujarnya.

Terjadinya Deflasi disebakan karena penurunan permintaan artinya konsumen menahan belanja untuk kebutuhan konsumtif.

Dampak lainnya karena suku bungan bank naik berimbas kepada kelompok masyarakat menengah yang kewalahan membayar tagihan kredit bunga bank.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan