JABAR EKSPRES – Kasus stunting masih jadi permasalahan yang terus diupayakan penyelesaian oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Menargetkan prevalensi stunting tahun 2024 di angka 14 persen, nyatanya nilai tersebut sampai saat ini belum tercapai.
Dilansir dari data Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bandung, kasus gangguan pertumbuhan pada anak (stunting) di Kota Kembang saat ini baru mencapai 16,3 persen atau masih terdapat sekitar 6.142 balita.
Meskipun 4 tahun terakhir mengalami penurunan, angka ini masih tergolong tinggi. Pada 2020, angka stunting di Kota Bandung berada di 28,12 persen. Selanjutnya pada 2021, angka stunting di Kota Bandung berada di 26,4 persen. Sedangkan pada 2022, angka stunting Kota Bandung berada di 19,4 persen. Terakhir 2023, angka stunting Kota Bandung berada di 16,3 persen.
BACA JUGA: Penasaran UIPM Beri Gelar Honoris Causa untuk Raffi Ahmad, WNI Thailand Ini Telusuri Alamat Kampus
Dosen Fakultas Kedokteran UPI, Iswandy mengungkapkan soal latar belakang banyaknya kasus angka stunting yang menyasar balita. Diakuinya, hal ini berkenaan dengan kurangnya pengetahuan orang tua terkait asupan gizi yang baik untuk tumbuh kembang sang anak.
“Asupan gizi yang baik itu penting untuk tumbuh kembang sang anak. Secara garis besar, sampai saat ini banyak orang tua yang masih kurang aware dalam memperhatikan gizi sang anak, sehingga terjadi malnutrisi,” katanya kepada Jabar Ekspres, Senin (30/9).
Selain itu, menurutnya, tak hanya asupan gizi yang berpengaruh terkait proses tumbuh kembang sang anak. Penerapan sanitasi yang baik pun sangat penting guna melindungi anak dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor lingkungan.
BACA JUGA: Genjot Pengolahan Limbah B3 lewat Inovasi, BUMD Jabar jalin Kolaborasi dengan BUMN
“Untuk memagari gangguan kesehatan fisik maupun mental bagi sang anak. Apabila sanitanya terbilang buruk, ini kan bisa menyebabkan infeksi yang berulang. Belum lagi penyakit yang dikhawatirkan muncul kaya diare dan sebagainya,” ujarnya.
Selain itu, dirinya meminta agar para orangtua bisa memperhatikan pola asuh bagi sang anak. Diakuinya, pola asuh yang salah banyak dilakukan baik masyarakat menengah ke bawah maupun ke atas.