MK Selamatkan Demokrasi Lewat Konstitusi, Indikasi Jokowi Diktator Versi Baru?

JABAR EKSPRES – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 20 Agustus 2024 mengejutkan banyak pihak, terutama Istana. MK memutuskan dua hal yang mengubah peta politik tanah air, yaitu menurunkan batas minimum usia calon kepala daerah menjadi 30 tahun dan menurunkan ambang batas dukungan untuk pencalonan kepala daerah. Dua keputusan ini memicu kehebohan di kalangan elite politik, terutama karena dampaknya terhadap peluang Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi, untuk maju sebagai calon Wakil Gubernur Jawa Tengah.

Keputusan MK ini juga berdampak pada strategi politik PDI-P. Dengan ambang batas yang lebih rendah, PDI-P kini bisa mencalonkan lebih banyak kandidat untuk bertarung di berbagai daerah, termasuk melawan calon yang didukung Istana. Tak ayal, Istana pun panik, terutama karena Golkar, yang semula diharapkan menjadi sekutu kuat, justru sedang mengalami guncangan internal.

Kisruh di tubuh Golkar makin memanas ketika Munas Golkar yang seharusnya digelar pada Desember 2024 terpaksa dipercepat menjadi Agustus. Munas ini bukan sekadar ajang konsolidasi, melainkan juga upaya Istana untuk mengamankan dukungan politik menjelang Pilkada 2024. Namun, tak disangka, keputusan MK muncul di tengah-tengah persiapan Munas, membuat situasi jadi serba tidak pasti.

Baca Juga: DPR dan Pemerintah Dianggap Lawan Keputusan MK, Demokrasi Nyaris Runtuh

Banyak pihak menduga bahwa PDI-P diam-diam melobi MK untuk mengeluarkan keputusan ini sebagai serangan balik terhadap Istana. Apalagi, hubungan antara PDI-P dan Istana belakangan ini memang semakin merenggang, terutama setelah Sekjen PDI-P, Pak Asto, tersangkut kasus korupsi yang ditangani KPK.

Melansir dari youtube Bossman Mardigu Sementara itu, ada spekulasi bahwa Istana tidak akan tinggal diam dan mungkin saja akan melakukan langkah ekstrem seperti mengkudeta MK. Bagaimana caranya? Beberapa skenario sudah beredar, termasuk kemungkinan Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu Pilkada yang baru atau DPR dengan cepat mengesahkan undang-undang Pilkada baru yang bisa membatalkan keputusan MK.

Drama politik ini jelas belum berakhir. Pertanyaan besarnya adalah, apakah Istana akan bertindak lebih jauh, atau justru mengambil langkah kompromi? Media dan publik saat ini tengah menanti-nanti langkah berikutnya dari Istana dan PDI-P. Dan di tengah semua ini, netizen—dengan segala teorinya—terus meramaikan perbincangan, membuat suasana semakin panas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan