JABAR EKSPRES – Mantan direktur utama (Dirut) Jasamarga diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II ruas Cikunir hingga Karawang Barat atau MBZ.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar di Jakarta, Senin (12/8/2024).
“Memeriksa ADW selaku Direktur Utama PT Jasamarga periode 2013-2016,” kata Harli melalui keterangan tertulis.
Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik juga memeriksa HSN selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Jasamarga periode 2015-2018.
BACA JUGA:Koruptor BTS 4G Jemy Sutjiawan Divonis 3 Tahun Penjara
Harli menyebut, pemeriksaan terhadap kedua saksi ini bertujuan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara tersebut.
Sementara itu, ADW juga sempat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek Tol MBZ tersebut, pada bulan Agustus 2023 lalu.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut, DP selaku kuasa KSO Kontraktor Proyek Tol MBZ.
Penetapannya bermula ketika penyidik Kejagung melakukan pemanggilan terhadap tiga saksi untuk dimintai keterangan, termasuk DP salah satunya.
BACA JUGA:Tolak Kasasi KPK, MA Perintahkan Pengembalian Aset Rafael Alun
Kemudian, berdasarkan alat bukti yang cukup atas keterlibatan DP dalam kasus tersebut, ia ditetapkan seagai tersangka.
Keterlibatan DP dalam kasus ini bermula ketika PT Jasamarga Jalan Layang CIkampek (JJC) menandatangani perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT) dengan Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT), yang bernilai investasi sekirat RP16 triliun.
Dalam perjanjian itu, DP selaku KSO bekerja dama dengan Tony Budianto Sihite (TBS) selaku perwakilan PT Bukaka untuk melakukan pengurangan volume pada basic design, tanpa melakukan kajian teknis terlebih dahulu.
Selain itu, DP juga mengondisikan agar PT JJC ditetapkan sebagai pemenang lelang, dengan berkerjasama dengan Dirut PT JJC periode 2016-2020, Djoko Dwijono (DD). Dan ketua Panitia Lelang (JJC) Yudhi Mahyudi (YM).
Kemudian, DP kembali melakukan pengurangan volume tanpa kajian, hingga merugikan negara lebih dari Rp510 miliar. Yang dilakukan setelah ditetapkan sebagai pemenang.