“Penjualan alhamdulillah saya sudah mencakup 16 negara, sudah ekspor. Kalau di wilayah Indonesia, saya sudah menjual dari Sabang sampai Merauke,” kata Niken.
BACA JUGA: 9 Destinasi Wisata Paling Populer di Kabupaten Bandung Barat yang Wajib Dikunjungi
Meskipun karpet buatannya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan karpet pabrikan, Niken yakin bahwa kualitas dan keunikan desainnya akan diterima oleh pasar.
Tantangan terbesar, menurutnya adalah edukasi kepada masyarakat tentang nilai seni dan proses pembuatan karpet handtufted yang lebih rumit dan memakan waktu.
“Masyarakat yang menilai ini hanya karpet biasa mungkin kurang menerima harganya. Tapi bagi yang mengetahui proses pembuatannya, mereka akan mengerti kenapa harganya lebih mahal dan lebih estetik,” jelas Niken.
BACA JUGA: Bojan Hodak Ungkap Kemenangan Telak usai Bantai PSBS Biak di Laga Perdana Liga 1
Dengan omset bulanan yang bisa mencapai Rp30 juta, bahkan pernah mencapai Rp150 juta saat permintaan memuncak, Niken terus mengembangkan usahanya.
BuKensch Gallery tidak hanya menawarkan karpet berbentuk daun, tetapi juga menerima pesanan khusus dengan berbagai desain, termasuk desain gambar kucing dan abstrak yang dibuat berdasarkan permintaan pelanggan.
“Dulu saya ada pesanan dari instansi penerbangan di Halim untuk karpet kantor mereka. Desainnya pun beragam, dan bahan terbaik yang saya gunakan adalah benang serat bambu, meskipun saya juga menyediakan opsi dengan benang akrilik untuk standar,” tambahnya.
Dengan dedikasi dan kreativitas yang tinggi, Niken berhasil mengubah tantangan menjadi peluang besar, membuktikan bahwa dengan tekad yang kuat, tidak ada halangan yang tidak bisa diatasi.
BuKensch Gallery kini menjadi bukti nyata bahwa produk lokal juga bisa bersaing di pasar internasional. (Mong)