JABAR EKSPRES – Saksi atas kasus dugaan korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Dewa Putu Santika, dibayar Rp580 juta sebagai staf pendukung PT Adi Inti Mandiri (AIM) di proyek pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Kemnaker.
Dewa sendiri tidak mengetahui alasan dirinya dijadikan sebagai staf pendukung di PT AIM dalam proyek tersebut oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) 2011-2015 Reyna Usman.
‘’Saya tidak diangkat secara resmi, hanya lisan saja. Tidak ada hitam di atas putih,’’ ujar Dewa dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dikutip dari ANTARA, Rabu (7/8/2024).
BACA JUGA: Soal Groundbreaking Legok Nangka, Bey Machmudin Akan Minta Penjelasan dari Menko Marves
Ketika ditunjuk sebagai staf pendukung, Dewa juga mengaku tidak memiliki keahlian khusus di bidang proses pengadaan maupun teknologi dan informasi (TI). Selain itu, Dewa juga tidak mempunyai sertifikat keahlian apa pun.
Tugas Dewa selama menjadi staf pendukung dalam proyek tersebut ialah mengoordinasikan jalannya lelang proyek dengan PT AIM, seperti mulainya lelang, rapat pembahasan tentang pengunggahan legalitas, sampai persiapan pemeriksaan legalitas.
Dewa cenderung hanya mengingatkan PT AIM agar tidak lupa menjalani semua prosedur yang ada saat lelang berjalan.
BACA JUGA: WNI Tewas dalam Kerusuhan di Bangladesh, Ini Kronologinya
‘’Jadi hanya itu saja, tidak terlibat langsung,’’ ungkap Dewa.
Dewa merupakan orang yang mengenalkan Reyna Usman kepada Direktur PT AIM Karunia saat Reyna masih menjabat sebagai Sekretaris Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker pada 2010.
Dari kasus ini, Reyna didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp17,68 miliar bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan Sistem Proteksti TKI Tahun 2012 I Nyoman Darmanta serta Direktur PT AIM Karunia yang juga menjadi terdakwa.
BACA JUGA: Perkuat AHYPP, Yayasan AHM Dorong UMKM Bengkel Binaan Naik Kelas
Ketiganya diduga telah memperkaya orang lain atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya Karunia senilai besaran angka kerugian negara.
Atas perbuatannya tersebut, ketiga terdakwa ini terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).