“Memang kita sudah petakan wilayah rawan kekeringan. Terutama sawah tadah hujan. Jadi sebenarnya hampir di seluruh kecamatan ada ancaman kekeringan, tapi yang paling besar ada di 6 kecamatan,” sambungnya.
BACA JUGA: Marak Promosi Situs Judi Online, Polresta Bogor Bidik Akun Instagram Viral, Dua Admin Diringkus
Menurut Lukman, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, total sawah tadah hujan di Bandung Barat sebanyak 9.781 hektar. Namun berdasarkan hasil verifikasi lapangan DKPP, angkanya hanya 5.508 hektar. Jadi jumlah 5.508 henktar ini yang paling berpotensi kekeringan sehingga para petani tak bisa lagi bercocok tanam.
“Kita lakukan pemetaan dan verifikasi lapangan terhadap angka yang dikeluarkan BPS. Ternyata jumlahnya tak sebanyak itu, kita mencatat sawah tada hujan cuma sekitar 5 ribua hektar. Nah angka ini yang kita masukkan sebagai lahan pertanian rawan kekeringan,” tutur lukman.
Untuk mencegah kerugian besar dampak kekeringan, DKPP telah menginstruksikan para penyuluh lapangan agar mendorong petani padi mempercepat waktu tanam dan memaksimalkan capaian target luas tanam dari bulan April – September 2024. Jika tak bisa, para petani diimbau membudidayakan varietas benih tanaman tahan kekeringan dan hemat air seperti palawija.
Selain itu, upaya mitigasi akan dipersiapkan dengan cara mengoptimalkan pompanisasi dan pemanfaatan jaringan irigasi air tanah.
“Kita sudah siapkan antisipasi pompanisasi. Saat ini di seluruh Bandung Barat suda ada terpasang 64 unit pompa dan jaringan irigasi air tanah sebanyak 24 unit. Selain itu kita juga sedang ada pengajuan 24 unit baru mesin pompa,” bebernya. (Wit)