JABAR EKSPRES – Kasus dugaan pemerkosaan dan pembunuhan berencana terhadap Eky dan Vina di Cirebon kembali mencuat setelah Dede, salah satu saksi kunci, mengaku telah memberikan keterangan palsu dalam penyidikan. Pengakuan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai konsekuensi hukum yang harus dihadapinya.
Melansir dari berbagai sumber menurut Chudry Sitompul, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Dede berpotensi diancam pidana karena memberikan keterangan palsu. Namun, Chudry menekankan bahwa Dede tidak bisa dihukum jika memberikan keterangan di bawah tekanan. “Dede bisa dilaporkan telah melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu di muka sidang pengadilan. Tapi, Dede tidak bisa dihukum, karena dia memberikan keterangan di bawah tekanan,” ujar Chudry
Pernyataan Chudry diperkuat oleh Azmi Syahputra, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, yang menyebut Dede dapat dijerat dengan pasal keterangan palsu berdasarkan Pasal 242 KUHP lama dan Pasal 291 UU 1/2023 tentang KUHP baru. “Memberikan keterangan palsu di muka persidangan diancam pidana penjara paling lama 7 tahun, dan jika merugikan terdakwa atau tersangka, hukumannya bisa mencapai 9 tahun,” jelas Azmi.
Namun, situasi menjadi lebih rumit ketika Dede mengungkapkan bahwa ia memberikan keterangan palsu karena takut dan terpaksa. Dede mengaku diminta oleh saksi Aep dan Iptu Rudiana, ayah Eky, untuk memberikan keterangan yang tidak benar. “Saya sebenarnya tidak mau melakukan ini, tapi karena takut dan terpaksa, saya minta maaf sebesar-besarnya kepada delapan terpidana yang sudah dipenjara,” ucap Dede dengan penuh penyesalan.
Permohonan maaf Dede ini disampaikan kepada delapan terpidana yang sudah divonis dalam kasus tersebut. Namun, pengakuan Dede justru membawa masalah baru bagi dirinya. Tim hukum Iptu Rudiana, melalui kuasa hukumnya Pitra Romadoni, melayangkan somasi terbuka kepada Dede dan Dedi Mulyadi. Mereka membantah tuduhan Dede yang menyebut kliennya mengarahkan keterangan palsu. “Ini fitnah dan pencemaran nama baik bagi Iptu Rudiana,” tegas Pitra.
Kasus ini menunjukkan betapa rumitnya proses hukum dan bagaimana keterangan palsu dapat membawa konsekuensi yang serius. Dalam dunia hukum, setiap keterangan memiliki bobot yang sangat besar, dan memberikan keterangan palsu bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga bisa merusak kehidupan banyak orang.