JABAR EKSPRES – Masuk kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018 sekaligus kebijakan strategis RPJMD periode selanjutnya tahun 2018-2023, indikator program terkait “Bebas Macet” belum juga terjawab oleh sang pemangku kebijakan yakni Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
Padahal, Pemkot Bandung kerap kali menyuarakan wacana soal penguraian kemacetan di Kota Kembang lewat pembangunan fly over baru, perluasan jalan, hingga angkutan masal terpadu sebagai mana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025.
Namun nyatanya, pembangunan fly over baru tidak mampu mengentaskan permasalahan kemacetan di Kota Bandung. Hingga kini, terdapat 7 jalan layang yang berdiri di Kota Kembang yaitu Pasupati, Kiaracondong, Jalan Jakarta, Supratman, Laswi, Kopo, dan terakhir Ciroyom.
Selain itu, terkait pelebaran jalan, kerap kali terbentur aturan pihak-pihak pemangku kepentingan. Contoh saja Gedebage, kewenangan berapa pada pihak provinsi terkait menejerial jalan.
Alih-alih merampungkan terkait Sistem Angkutan Umum Masal (SAUM) yang menjadi pokok bahasan pada RPJPD 2005-2025. Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung dalam Rencana Strategis (Renstra) tahun 2018-2023 dalam indikator “tersedianya angkutan umum masal”, hanya sekedar mempertahankan sembilan koridor bus selama lima tahun dan delapan halte Trans Metro Bandung (TMB).
Hal tersebut pun seakan diakui Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono dalam keterangan rilisnya. Dirinya menyebut, dari 9 indikator kinerja tujuan pencapaian 5 misi Kota Bandung hanya Indek Liveable City yang belum tercapai pada
“Umumnya tercapai di atas 100 persen kecuali indek liveable city dengan nilai 94,97%,” katanya dilihat Jabarekspres, Rabu (17/6)
Indek liveable city atau layak huni mengacu pada 8 aspek yang tertuang didalamnya. Keseluruhan hal tersebut yakni transportasi, tata ruang, sosial dan keamanan, lingkungan dan kesehatan, layanan dasar, utilitas, ekonomi, dan LCI Kota Bandung.
Apabila mengacu pada pada keterangan Bambang soal indeks pembangunan manusia, indeks reformasi birokrasi, level kematangan smart city, laju pertumbuhan ekonomi, gini rasio, PRDB (Produk Domestik Regional Bruto) perkapita, pengeluaran perkapita, dan kolaborasi pembiayaan pembangunan yang telah tercapai. Transportasi jadi salah satu aspek yang nilainya masih di bawah rata-rata.