Ini Kata Ahli Soal UU Cipta Kerja bagi Masa Depan Pekerja

JABAR EKSPRES – Amalinda Savirani, dosen Ilmu Sosial dan Politik UGM yang juga merupakan seorang ahli dari pihak pemohon, menilai bahwa Undang-Undang Cipta Kerja berisiko membuat kelas pekerja semakin rentan.

Hal tersebut disampaikan Amalinda dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menjadi UU terhadap UUD NRI Tahun 1945. Yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Sebelumnya, sejumlah pemohon terdiri dari Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), serta Mamun dan Ade Triwanto yang berprofesi sebagai buruh. Mengajukan permohonan terkait UU Cipta Kerja.

BACA JUGA:Polda Sumut Tangkap Pelaku Pembakaran Rumah Wartawan Tribrata TV di Karo

Mereka mengajukan 71 petitum yang intinya meminta MK membatalkan sejumlah pasal, terkait dengan sektor ketenagakerjaan dalam revisi UU Cipta Kerja.

Selain itu, pihaknya juga meminta agar MK mengembalikan norma yang sebelumnya sudah dicabut.

Pada kesempatan itu, Amalinda menjelaskan bahwa demografi di Indonesia ialah meningkatnya populasi tenaga kerja muda yang akan memasuki dan memerlukan lapangan pekerjaan.

Amalinda menuturkan, jika penentuan UU Cipta Kerja tersebut tidak sensitif terhadap kesejahteraan kelompok tersebut, maka akan menghasilkan kelas pekerja yang berisiko sangat rentan terkait dengan hak mereka sebagai pekerja.

BACA JUGA:Komisi IV Dorong Percepatan Persiapan Teknis dan Stasiun Antara TPPAS Legok Nangka

Kemudian, ia juga menyebut terdapat tiga hal yang membuat buruh ada dalam posisi rentan jika UU Cipta Kerja ini tetap disahkan. Diantaranya pengurangan kesejahteraan buruh, mekanisme penentuan upah, dan formula penentuan upah.

Sementara itu, dalam UU Cipta Kerja, menurutnya, terdapat hal-hal yang berpotensi mengurangi kesejahteraan buruh. Yaitu penentuan upah minimum, penghapusan aturan pesangon atau outsourcing tanpa batas, dan pemotongan pesangon.

Selain itu, Amalinda juga menyoroti aspek penentuan upah dalam UU Cipta Kerja yang tidak melibatkan dewan pengupahan atau forum tripartite, serta meminimalkan peran serikat pekerja.

BACA JUGA:Soroti Kasus Asusila Hasyim Asy’ari, Komisi II DPR RI Minta Penjaringan Komisioner KPU Diperketat

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan