Kejagung Dalami Asal Muasal Pemasok 109 Ton Emas Ilegal yang Masuk ke Antam

JABAR EKSPRES – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan bahwa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidus) dalami asal muasal pemasok 109 ton emas ilegal yang diproduksi oleh PT Aneka Tambang (Persero) atau Antam.

Ketut menegaskan 109 ton emas yang diproduksi dengan cap Antam tersebut asli dan hanya beredar di Indonesia.

‘’Emas itu peredarannya semua ada di Indonesia, cuma sumber emas itu juga bisa berasal dari luar negeri,  sebagian juga berasal dari penambang-penambang ilegal dan pengusaha ilegal, ini masih kami dalami semua,’’ kata Ketut di Jakarta, Rabu (5/6).

BACA JUGA: Presiden Israel akan Dukung Kesepakatan Gencatan Senjata dengan Hamas

Menurut Ketut, emas 109 ton itu diproduksi menjadi logam mulia (LM) Antam tanpa melalui verifikasi dan prosedur yang benar.

Meski demikian, LM Antam masih berlaku dan memiliki nilai jual, dan bisa juga dijual lagi ke Antam.

‘’Saya kira tidak jadi masalah, pasti emasnya akan diterima oleh PT Antam, karena emas yang beredar itu emas asli,’’ kata Ketut.

BACA JUGA: Cara Beli Tiket Konser IVE 2024 dan Daftar Harganya, Bakal Hadir di ICE BSD 24 Agustus!

‘’Cuma yang kami hitung kemarin itu, karena dia (emas) kami anggap ilegal sehingga beberapa pendapatan negara terhadap legalisasi cap PT Antam menjadi berkurang dan hilang,’’ lanjutnya.

Selain itu, suplai di masyarakat itu menjadi tinggi sehingga antara permintaan dan penawaran jadi tidak seimbang yang menyebabkan harga emas di pasaran menjadi rendah.

Ketut juga menyampaikan nilai kerugian keuangan negara akibat kasus ini masih dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

BACA JUGA: Langgar UU Imigrasi, 4 Warga Aceh Didakwa Akibat Selundupkan 72 Orang Rohingya

Menurut Ketut, menghitung harga emas tidaklah sulit. Karena harga emas ada standar internasional dan ada harga pasar.

‘’Nah kami mengambil harga yang mana sehingga menjadi kerugian negara, itu satu,’’ ujarnya.

Yang kedua, beberapa item pendapatan yang harus diterima oleh negara karena tidak melalui satu prosedur tersebut malah menjadi kerugian negara.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan