Menurut data BPS, pada Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya, yaitu sebesar 8,62 persen. Bahkan, tingkat pengangguran pada lulusan Diploma IV, S1, S2, dan S3 meningkat dari 5,52 persen pada Februari 2023, menjadi 5,63 persen pada Februari 2024.
Oleh karena itu, ketersediaan lapangan kerja yang mampu menyerap angkatan kerja dengan kualifikasi pendidikan tinggi pun perlu diperluas. Selanjutnya, jumlah pengangguran terbuka yang sudah menurun juga tetap perlu diperhatikan. Pasalnya, secara absolut, jumlah pengangguran di Indonesia masih banyak, yakni sekitar 7,20 juta orang.
Apalagi, jika dilihat lebih dalam lagi, nyatanya penduduk bekerja juga banyak yang statusnya hanya sebagai pekerja keluarga/tidak dibayar (14,10 persen), pekerja bebas di nonpertanian (4,96 persen), dan pekerja bebas di pertanian (3,86 persen).
Hal ini berarti, meskipun mereka berstatus bekerja, pekerjaan mereka pun belum tentu menghasilkan pendapatan yang dapat dikatakan cukup. Bahkan, sebesar 14,10 persen atau sekitar 20 juta orang hanya sebagai pekerja keluarga/tidak dibayar.
Dengan melihat kondisi saat ini, bayangan ke depan, para generasi muda usia produktif tentu tidak mau jika hanya menjadi pekerja keluarga/tidak dibayar.
Bisa jadi, mereka mungkin lebih memilih untuk tidak bekerja jika belum menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Di sinilah, dikhawatirkan tingkat partisipasi angkatan kerja di masa depan akan menurun. Perlu langkah konkret dari sekarang yang perlu disiapkan untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan. Untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia, perlu adanya langkah strategis yang menyeluruh.
Pertama, pemerintah harus fokus pada pembangunan infrastruktur yang dapat menciptakan lapangan kerja baru, terutama di sektor-sektor yang memiliki potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, investasi dalam pelatihan dan pendidikan keterampilan juga penting untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar global. Hal ini akan membantu mengurangi kesenjangan antara kualifikasi pendidikan dan persyaratan pekerjaan.
Kedua, penting bagi pemerintah untuk memberikan insentif kepada sektor swasta agar lebih banyak berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas dengan penghasilan yang layak. Ini dapat dilakukan melalui kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan usaha kecil dan menengah serta perusahaan besar, serta memperbaiki iklim investasi untuk menarik investasi asing.