BACA JUGA: Dua Periode Jadi Wakil Rakyat, ASB Memutuskan Daftar Bacawalkot Bogor di PPP, Ini Visi Misinya!
Lalu persoalan tentang fasilitas publik yang ramah disabilitas. Menurutnya hingga saat ini masih belum memadai. Ada aturan fasilitas publik terkait isu kelompok rentan tersebut. Padahal Perda Disabilitas Tahun 2021, kata Djumono, menjadikan Bandung sebagai kota pertama yang memiliki perda tentang upaya perlindungan penyandang disabilitas. Bahkan hal ini tercatat sejak tahun 2009. Namun berakhir sebatas rasa bangga. Nihil keberadaannya.
“Bangga. Tapi kenyataannya, implementasinya masih jauh dari harapan. Kami tahu bahwa di dalamnya ada hak politik, tenaga kerja, hak aksesibilitas, dan hak lainnya. Itu masih jauh,” kata lelaki asli Kota Bandung tersebut.
Hal tersebut menjadi pemantik ‘api’ dari ambisi Djumono maju mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Menurutnya pemerintah dan jajaran anggota dewan masih kurang keberpihakan terkait isu tersebut. Justru keberpihakan ini muncul musiman. Musim kampanye, misalnya. Hal itu berbentuk janji politik semata. Termasuk pada saat Pemilu 2024 kemarin.
Djumono yang saat ini juga menduduki posisi Sekretaris NPCI Kota Bandung pun, acapkali meminta teman-teman disabilitas untuk perhatikan rekam jejak bakal calon pemimpin. Bahwa hal demikian dianggap penting bagi kelompok rentan disabilitas. Supaya tidak terjebak dalam janji politik semata, serta berakhir tanpa menjadi apa-apa.
“Track record selama ini bersama disabilitas seperti apa? Terus apa yang sudah mereka lakukan bagi penyandang disabilitas? Baik itu program atau apapun. Jadi (seharusnya) tidak hanya janji-janji manis politik setelah politik. Ini yang saya harapkan dari teman-teman saat kampanye. Bukan sekadar datang dan memberi sesuatu,” tandasnya.
BACA JUGA: Imbas Larangan Study Tour, Banyak Pihak Batalkan Kunjungan ke Kawasan Wisata Lembang
Lain halnya Djumono, Ogest Yogaswara menilai, momentum musim pemilu tidak lebih selayaknya ajang pencitraan para bakal calon. Kelompok disabilitas pada akhirnya, acapkali menjadi sasaran lumbung suara. Pejuang penyakit Guillain Barre Syndrom (GBS) ini, melihat bahwa masih minimnya para peserta pemilu yang secara serius peduli terhadap pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.