TRANSFORMASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT PANDANGAN ISLAM

TRANSFORMASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT PANDANGAN ISLAM

Apt.Eva Kusumahati,M.Si

Direktur dan dosen Akademi Farmasi YPF Bandung/Mahasiswa Doktoral Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

ILMU FILSAFAT

 

JABAR EKSPRES – Akhir-akhir ini kita sering melihat bagaimana pergaulan anak muda sekarang, pencemaran budaya barat mengkontaminasi karakter mereka. Mereka merasa bangga dengan sekolah diluar negeri, marasa keren dengan gaya berpakaian yang compang-camping dan merasa modern dengan gaya hidup club malam. Apakah mereka tidak berpendidikan?…justru mereka menempuh Pendidikan yang tinggi, lulusan sekolah luar negeri. Apakah ilmu pengetahuan mereka kuno?…tidak justru inilah tanda dari sains modern. Menurut Darwis dalam bukunya “ Filsafat Ilmu Pengetahuan Perfektif Barat dan Islam” menjelaskan  apakah benar sains modern  itu bersifat obyektif atau bebas nilai? Menurut teori obyektif ilmu pengetahuan hanya bisa obyektif jika merujuk kepada suatu realitas yang sama sekali terpisah dari diri kita dan tidak tercampuri dengan keyakinan-keyakinan atau nilai-nilai yang kita yakini. Teori obyektif ini dikecam karena alam ini tidak menguraikan sendiri dirinya, tetapi para ilmuanlah yang memberi makna kepada pesan-pesan alam itu. Karena itu tidak ada ilmu yang netral atau bebas nilai, atau obyektif. Kritik mengenai sains objektif itu diberikan baik oleh ilmuan Barat sendiri, maupun oleh ilmuan muslim.

Demikian pula karena sains hanya dapat mengamati yang terukur, maka sifat “rohaniah” dari alam dan benda-benda di dalamnya dihilangkan. Inilah yang oleh Naquib Al-Attas disebut sekularisme. Pada awal abad ke-20 ketika berkembangkan revolusi industri di barat, kecerdasan intelek (IQ) digunakan untuk menilai kepintaran seseorang. Seseorang itu dikatakan mencapai taraf kesempurnaan kemanusiaan apabila ia memiliki IQ yang tinggi. Padahal IQ (kecerdasan berpikir) hanya berperan 20% saja bagi keberhasilan hidup seseorang, sebab peran unsur EQ (kecerdasan emosional) dan SQ (kecerdasan spiritual) juga lebih menentukan (lihat Silberman, 2002). Karena sifatnya yang materialistik dan pragmatik maka manusia cenderung terdorong untuk berbuat serakah, sehingga berpotensi untuk merusak lingkungan. Karena kelemahan-kelemahan yang mendasar dari sains modern, maka sains modern tidak dapat diandalkan lagi. Para ilmuan muslim berpendapat bahwa harus dicari filsafat sains alternatif, yaitu filsafat sains Islam (epistemology Islam) dengan membangun paradigma keilmuan yang didalamnya terkandung hukum-hukum normatif yang berdasarkan filsafat Islam.

Tinggalkan Balasan