JABAR EKSPRES – Mesir meminta Hamas dan Israel untuk mempelajari propsal gencatan senjata terbaru yang dikeluarkan.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengungkapkan adanya proposal baru untuk gencatan senjata di Jalur Gaza, yang diblokade Israel untuk membalas serangan kelompok pejuang Hamas Palestina.
“Ada usulan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza,” kata Shoukry, sebagaimana mengutip dari ANTARA.
Dengan demikian, Shoukry mengatakan telah meminta Hamas dan Israel untuk mempelajari proposal terbaru tersebut.
“Kita harus mengakhiri krisis yang sedang berlangsung di Gaza untuk menyelesaikan masalah Palestina,” ujarnya.
BACA JUGA: Akankah Ukraina Meminta Perdamaian ke Rusia? Presiden Belarus: Ukraina Membutuhkan Perdamaian
Lebih lanjut, Shoukry menegaskan kembali penolakan Kairo terhadap operasi militer Israel di Rafah, yang merupakan rumah bagi lebih dari 1,4 juta pengungsi Palestina.
“Kami menekankan perlunya menghindari bencana kemanusiaan terhadap warga sipil,” kata Menlu Mesir.
Sebelumnya, delegasi intelijen Mesir mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Israel pada hari Jumat, 26 April 2024 untuk membahas usulan kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Proposal baru tersebut mencakup kesediaan Israel untuk membahas “pemulihan ketenangan secara berkelanjutan” di Gaza, setelah pembebasan awal sanderan atas dasar kemanusiaan.
Pada hari Senin (29/04) delegasi Hamas dijadwalkan mengunjungi Mesir untuk menyampaikan tanggapannya terhadap proposal gencatan senjata.
Tak hanya itu, gelegasi Israel juga diperkirakan akan mengunjungi Mesir pada Selasa (30/04) untuk melakukan negosiasi tidak langsung dengan Hamas mengenai gencatan senjata di Gaza.
BACA JUGA: AS Diam-Diam Mengirimkan Rudal ATACMS Untuk Ukraina Menyerang Rusia
Diketahui, Hamas diperkirakan memegang lebih dari 130 warga Israel sebagai sandera, sementara Tel Aviv menahan lebih dari 9.100 warga Palestina di penjara-penjara mereka.
Hamas menuntut akhirnya serangan oleh Israel di Jalur Gaza dan penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut sebagai syarat untuk kesepakatan pertukaran sandera-tahanan dengan Tel Aviv.
Kesepakatan sebelumnya, yang terjadi pada November 2023, melibatkan pembebasan 81 warga Israel dan 24 warga asing sebagai imbalan atas pembebasan 240 warga Palestina, termasuk 71 wanita dan 169 anak-anak.