Namun, di sisi lain, angkutan ini luput dari sistem pengawasan transportasi umum. Ketegasan pemerintah dibutuhkan agar kecelakaan angkutan gelap yang menelan korban jiwa tidak terjadi lagi.
Pemerintah perlu menyediakan layanan angkutan umum hingga perdesaan, sehingga kemudian angkutan tidak berizin bisa diberantas. Di masa transisi, Bus AKAP diizinkan beroperasi hingga terminal tipe C, seperti Bus AKAP menuju Kabupaten Wonogiri. Di wilayah tersebut, semua terminal tipe C di kecamatan disinggahi Bus AKAP. Dari desa menuju terminal tipe C disediakan angkutan perdesaan. Warga juga bisa memanfaatkan ojek karena jarak antara ibu kota kecamatan dan desa sudah tidak jauh lagi.
Sesungguhnya, akar masalah belum terintegrasi sistem transportasi di Indonesia adalah minimnya (pernah ada, namun sekarang punah) layanan angkutan perdesaan, angkutan perkotaan, angkutan kota dalam provinsi (AKDP) dan angkutan perintis. Selain itu, negara tidak lagi memproduksi sepeda motor dengan isi silinder lebih dari 100 cc. Harus dilakukan, sehingga dalam 5 tahun ke depan di musim Lebaran, penggunaan kendaraan pribadi bisa berkurang, minimal tidak bertambah, sudah bagus.
Kecelakaan Bus Rosalia Indah di Km 370 Tol Semarang – Batang yang menyebabkan tujuh meninggal dunia mengingatkan kita agar mengemudi kendaraan tidak dalam keadaan mengantuk karena kelelahan.
Menurut hasil investigasi KNKT, sebanyak 80 persen kecelakaan di Indonesia disebabkan sopir mengantuk. Oleh karena itu diperlukan tempat istirahat di terminal, lokasi wisata, penginapan bagi sopir angkutan umum serta kampanye masif perlunya istirahat jika lelah saat mengemudi.
Selain itu, pihak berwenang perlu mewajibkan semua kendaraan (umum dan pribadi) yang melakukan perjalanan jarak jauh untuk menggunakan sabuk keselamatan. Pemeriksaan kondisi bus dan pengemudinya juga dilakukan secara rutin di setiap terminal, sebelum berangkat.
Infrastruktur transportasi dibangun untuk kondisi normal (keseharian), bukan hanya untuk musim Lebaran saja. Adalah wajar jika pada musim Lebaran akan terjadi waktu perjalanan bertambah. Namun faktor keselamatan tetap harus menjadi yang utama, dengan tidak memaksa sopir menyetir lebih dari delapan jam dan memastikan kendaraan dalam kondisi prima. Keselamatan tetap harus diutamakan, bukan kecepatan.