مَنْ كَظمَ غَيْظًا وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى إِنْفَاذِهِ مَلَأَ اللهُ قَلْبَهُ أَمْنًا وَإِيْمَانًا
Artinya: “barangsiapa mampu menahan amarahnya, sedang dia mempunyai kesempatan untuk menumpahkan amarahnya itu, maka Allah memenuhi hatinya dengan kedamaian dan keimanan.” Di hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ، لَكِنَّهُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.
Artinya: “orang yang kuat itu bukan yang jago berkelahi, akan tetapi orang yang mampu menahan diri di saat marah”.
Ketiga, karakter Pemaaf (وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ).
Dalam kehidupan, setiap orang pasti memiliki kesalahan pd orang lain, sedikit atau banyak, sesuai derajat kesalahannya.
Tidaklah mudah memaafkan kesalahan orang lain, apalagi jika kita dalam posisi yang jelas-jelas benar. Orang yang bertakwa tidak memedulikan itu, dia akan memaafkan kesalahan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
لَا يَكُونُ الْعَبْدُ ذَا فَضْلٍ حَتَّى يَصِلَ مَنْ قَطَعَهُ وَيَعْفُوْ عَمَّنْ ظَلَمَهُ وَيُعْطِي مَنْ حَرَّمَهُ
Artinya: “seorang hamba tidak memiliki keutamaan sampai dia mampu tetap menyambung tali silaturrahim dari orang yang telah memutusnya, memberi maaf orang yang menzaliminya, dan memberi kepada orang yang menghalanginya”.
Dalam kitab at-tafsir al-kabir disebutkan sebuah Riwayat sabda nabi Isa ‘alaihis salam:
لَيْسَ الْإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْكَ، ذَلِكَ مُكَافَأَةُ، إِنَّمَا الْإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ.
Artinya: “tidak disebut perbuatan baik jika kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik padamu. Itu semata imbal balik.
Sesungguhnya perbuatan baik itu jika kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk padamu”.
Keempat, Cepat menyadari kesalahan dan segera memperbaiki diri. (وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ).
Orang yang baik itu bukanlah orang yang tidak pernah berbuat kesalahan. Karena setiap orang pasti pernah menjalani kesalahan.
Dalam kitab tafsir al-Kasyaf menyebutkan:
اَلْفَاحِشَةُ مَا يَكُونُ فِعْلُهُ كَامِلًا فِي الْقُبْحِ. وَظُلْمُ النَّفْسِ: هُوَ أَيُّ ذَنْبٍ كَانَ مِمَّا يُؤَاخِذُ الإِنْسَانُ بِهِ.
Artinya: “arti al-fahisyah di ayat tersebut ialah aktifitas yang sepenuhnya tercela, sedangkan mendzalimi diri artinya kesalahan (kecil) yang berasal dari pergaulan antar manusia”.
Orang yang baik itu orang yang segera sadar setelah menjalani dua atau salah satu dari dua jenis kesalahan itu, lalu segera bertaubat atas kesalahannya itu. Hal ini juga masuk dalam tanda orang bertakwa. Para ulama menyatakan:
لَيْسَ الصَّغَائِرُ بِالإِسْتِمْرَارِ # وَلَيْسَ الْكَبَائِرُ بِالإِسْتِغْفَارِ
Artinya: “tidak ada namanya dosa kecil, jika dilakukan berulang-ulang. Dan tidak ada namanya dosa besar, jika segera diikuti permohonan ampun”.
Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia…
Empat karakter tersebut merupakan penjelasan al-Quran tentang tanda-tanda ketakwaan. Siapa orang yang mampu menjadikannya sebagai karakter diri, dan diwujudkan dalam kehidupan keseharian, maka orang tersebut disebut orang bertakwa.