Redenominasi Rupiah, Mata Uang Baru Indonesia dari Rp1.000 Jadi Rp1?? Cocok Untuk Lebaran

JABAR EKSPRES – Pada bulan Juli yang lalu, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Ibu Sri Mulyani, mengusulkan gagasan baru yang menarik tentang redenominasi uang Rupiah.

Secara sederhana, redenominasi ini akan mengubah nominal mata uang dari Rp1.000 menjadi satu rupiah saja.

Langkah ini dianggap penting dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 77 tahun 2020 mengenai Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

Redenominasi Rupiah telah menimbulkan pro dan kontra, terutama di kalangan para ahli ekonomi. Namun, sebelum memberikan pendapat, mari kita telusuri bersama apa sebenarnya yang dimaksud dengan redenominasi, mengapa Indonesia perlu melakukannya, dan bagaimana implikasinya jika Rp1.000 menjadi satu rupiah.

Menurut Bank Indonesia, redenominasi adalah upaya penyederhanaan dan penyetaraan nilai Rupiah. Hal ini merupakan langkah besar dalam bidang ekonomi suatu negara.

Namun, untuk melaksanakan redenominasi, ada dua syarat utama yang harus dipenuhi oleh Indonesia. Pertama, kondisi ekonomi yang stabil, dan kedua, kondisi Rupiah yang sehat dengan kemungkinan inflasi yang rendah.

Baca Artikel Lainnya : Alasan di Balik PT Albasi Priangan Lestari yang Kini Terancam Gulung Tikar

Perlu dicatat bahwa redenominasi bukanlah pengurangan nilai mata uang, melainkan hanya penyederhanaan dalam penulisan angka nol.

Hal ini tidak akan mengurangi nilai mata uang atau mempengaruhi daya beli masyarakat. Contohnya, harga air kemasan 1,5 liter yang semula Rp5.000 akan menjadi 5 rupiah setelah redenominasi.

Indonesia sebenarnya bukan baru pertama kali mengubah nominal mata uangnya. Pada masa Presiden Soekarno, telah terjadi beberapa kali pemotongan nilai uang. Namun, perlu dicatat bahwa redenominasi berbeda dengan proses pemotongan nilai tersebut.

Meskipun rencana redenominasi telah menjadi prioritas dalam rencana strategis keuangan tahun 2020-2024, namun belum ada kepastian kapan hal ini akan dilakukan. Hal ini disebabkan oleh perlu dilakukannya banyak kajian ekonomi serta penyusunan rancangan undang-undang yang matang.

Keberhasilan atau kegagalan redenominasi ini sangat tergantung pada kebijakan pemerintah dan kesiapan masyarakat. Contoh kegagalan redenominasi dapat dilihat dari pengalaman Korea Utara pada tahun 2009 dan Zimbabwe pada tahun 2015. Namun, ada juga contoh keberhasilan redenominasi seperti di Turki.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan