“Temuan kami menunjukkan bahwa informasi visual dan gerakan yang diperoleh melalui gerakan tangan yang dikontrol secara tepat saat menggunakan pena berkontribusi besar terhadap pola konektivitas otak yang mendorong pembelajaran,” kata van der Meer.
Meski para peserta menggunakan pena digital untuk menulis dengan tangan, para peneliti mengatakan bahwa hasilnya tidak sama jika menggunakan pena asli di atas kertas.
“Kami telah menunjukkan bahwa perbedaan aktivitas otak berkaitan dengan kehati-hatian dalam membentuk huruf saat menulis dengan tangan sambil lebih memanfaatkan indra,” jelas van der Meer.
Karena gerakan jari yang dilakukan saat membentuk huruflah yang meningkatkan konektivitas otak, menulis dalam bentuk cetak juga diharapkan memiliki manfaat pembelajaran yang serupa dengan menulis kursif.
Sebaliknya, gerakan sederhana menekan tombol dengan jari yang sama berulang kali justru kurang merangsang otak. “Hal ini juga menjelaskan mengapa anak-anak yang telah belajar menulis dan membaca di tablet, dapat mengalami kesulitan dalam membedakan huruf-huruf yang merupakan bayangan cermin satu sama lain, seperti ‘b’ dan ‘d’. Mereka benar-benar belum merasakan dengan tubuh mereka bagaimana rasanya menghasilkan surat-surat itu,” kata van der Meer.
Temuan mereka menunjukkan perlunya memberi siswa kesempatan untuk menggunakan pena, dibandingkan menyuruh mereka mengetik di kelas, kata para peneliti.
Pada saat yang sama, penting juga untuk mengikuti kemajuan teknologi yang terus berkembang. Hal ini mencakup kesadaran tentang cara menulis yang mana yang menawarkan lebih banyak keuntungan dalam situasi apa.
“Ada beberapa bukti bahwa siswa belajar lebih banyak dan mengingat lebih baik ketika membuat catatan kuliah dengan tulisan tangan, sementara menggunakan komputer dengan keyboard mungkin lebih praktis ketika menulis teks atau esai yang panjang,” pungkas van der Meer.
Baca juga: Dampak TikTok dan Aplikasi Video Pendek terhadap Kesejahteraan Remaja