Angin Kencang Terjang Sumedang-Bandung, BMKG Sebut Itu Puting Beliung dan Bukan Kategori Tornado

JABAR EKSPRES – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebut bahwa fenomena alam yang merusak wilayah Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, merupakan angin puting beliung bukan tornado.

Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional sempat mengungkapkan, terkait peristiwa bencana alam yang menghebohkan tersebut, bukanlah angin puting beliung tapi termasuk dalam kategori fenomena tornado yang pertama kali terjadi di Indonesia.

Kepala BMKG Stasiun Geofisika Bandung, Teguh Rahayu mengatakan, fenomena angin kencang yang menerjang itu, merupakan dampak dari adanya pembentukan kumulonimbus (CB).

“Kejadian fenomena cuaca ekstrem puting beliung, sesuai dengan informasi visual yang beredar, terlihat adanya fenomena angin kencang dan berputar di sekitar lokasi kejadian serta menimbulkan beberapa kerusakan di sekitarnya,” kata Rahayu kepada Jabar Ekspres, Kamis (22/2).

Melalui informasi yang berhasil dihimpun Jabar Ekspres, fenomena puting beliung tersebut terjadi tepatnya di wilayah Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung serta Kecamatan Cimanggung-Jatinangor, Sumedang.

BACA JUGA : Ratusan Rumah Warga di Sumedang Rusak Usai Diterjang Angin Puting Beliung

Adapun terjangan angin puting beliung itu, memporak-porandakan wilayah Kecamatan Jatinangor dan Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang sekira pukul 15.30 hingga 16.00 WIB.

“Kondisi angin di sekitar Jatinangor terukur pada saat jam kejadian mencapai 36,8 kilometer per jam,” ujarnya.

Rahayu atau akrab disapa Ayu menerangkan, puting beliung secara visual merupakan fenomena angin kencang, yang bentuknya berputar dengan kecepatan tinggi menyerupai belalai dan biasanya dapat menimbulkan kerusakan di sekitar lokasi kejadian.

“Puting beliung terbentuk dari sistem awan kumulonimbus, yang memiliki karakteristik menimbulkan terjadinya cuaca ekstrem,” terangnya.

Dijelaskan Ayu, meskipun begitu dapat menimbulkan kerusakan, bukan berarti setiap ada awan kumulonimbus maka akan terjadi fenomena puting beliung.

Akan tetapi, fenomena awan kumulonimbus yang terbentuk, berpotensi menimbulkan dampak lanjutan seperti angin puting beliung, tergantung bagaimana kondisi labilitas atmosfernya.

“Kejadian angin puting beliung dapat terjadi dalam periode waktu yang singkat, dengan durasi kejadian umumnya kurang dari 10 menit,” jelasnya.

Ayu memaparkan, prospek secara umum untuk kemungkinan terjadinya dapat diidentifikasi secara general, dimana fenomena puting beliung umumnya dapat lebih sering muncul, yakni pada periode peralihan musim dan tidak menutup kemungkinan terjadi juga di periode musim hujan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan