JABAR EKSPRES – Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Badan Kesbangpol) Kota Banjar Dedi Suryadi menyampaikan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2020, sebagian besar responden memilih setuju terkait politik uang saat Pemilu.
“Hasil survei LSI tahun 2020, sebanyak 63 persen pengguna hak pilih setuju menerima uang dari Caleg tapi untuk memilihnya masih pikir-pikir, atau kembali ke pilihan sendiri. Kemudian 12 persen para pemilih setuju menerima uang dari Caleg dan memilihnya, sedangkan 21 persennya lagi menilai politik uang itu wajar pada momen Pemilu, sisanya tidak setuju politik uang,” kata Dedi Suryadi, Kamis 1 Februari 2024.
Menurut Dedi, pilihan responden atas tidak setuju terjadinya politik uang sangat kecil. Ia menekankan agar masyarakat lebih selektif dalam memilih para wakil rakyat.
“Di Kota Banjar, masyarakatnya sudah cerdas dan sudah memiliki pilihan masing-masing sesuai hati dan keinginannya. Sehingga diharapkan, para caleg yang berkompetensi dalam Pemilu ini tidak melakukan hal-hal yang melanggar seperti politik uang,” katanya.
Di Kota Banjar, terdapat tiga daerah pemilihan (Dapil) untuk pemilihan legislatif. Di antaranya Dapil Kecamatan Banjar, Dapil Kecamatan Purwaharja dan Kecamatan Pataruman, terakhir Dapil di Kecamatan Langensari.
BACA JUGA: Jokowi Bertemu Mahfud MD Sore Ini, Sebut Keputusan Menko Polhukam Sebagai Hak Demokrasi
“Toral ada 330 caleg DPRD Banjar dari 14 Partai Politik dalam Pemilu tahun 2024 ini, rinciannya Caleg pria sebanyak 202 orang, dan Caleg keterwakilan perempuan sebanyak 128 orang. Total sebanyak 330 orang dari 14 Partai Politik (Parpol). Sementara total TPS di Kota Banjar ada 611 TPS,” kata Dedi.
Terpisah, Pemerhati Pemerintah dan Politik Kota Banjar Firman Nugraha SH CLA mengatakan, cara bermain politik para caleg di lapangan akan ditentukan bagaimana proses pengawasan, pencegahan hingga penegakan hukum itu dilakukan.
Jika upaya ini lemah, maka permainan politik bakal semakin liberal, adu kuat dan nabrak-nabrak etika dan aturan akan terjadi. Sehingga peran pengawas pemilu menjadi krusial.
“Jangan permisif terhadap pelanggaran-pelanggaran kampanye yang terjadi di lapangan, jangan dijadikan hanya sirkus saja,” katanya.
Soal politik uang secara desain regulasi sebenarnya rancu. Karena menurut perundang-undangan yang dapat dijerat pidana politik uang hanya pemberi saja, sementara penerima tidak bisa dijerat.