JABAR EKSPRES – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) telah menetapkan Budi Said (BS), yang dikenal sebagai “crazy rich” asal Surabaya, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemufakatan jahat dalam jual beli emas ANTAM.
Budi Said ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar (Jampidsus) Jakarta.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan secara intensif, hari ini kita naikkan status yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi, kasus ini terjadi antara bulan Maret hingga November 2018. Budi Said, bersama dengan beberapa orang, diduga melakukan pemufakatan jahat dan merekayasa transaksi jual beli emas.
“Beberapa nama tersebut merupakan karyawan PT ANTAM,” ujar Kuntadi.
Baca Juga: Akibat Dendam, Ayah dan Anak Lakukan Pembacokan di Majalaya
Kuntadi menjelaskan bahwa mereka menetapkan harga jual di bawah harga yang telah ditetapkan oleh PT ANTAM, dengan alasan adanya potongan harga dari perusahaan tersebut, meskipun PT ANTAM sebenarnya tidak melakukan diskon.
Untuk menutupi transaksi ilegal ini, Budi Said dan rekan-rekannya menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan oleh PT ANTAM. Hal ini mengakibatkan PT ANTAM tidak dapat mengontrol jumlah logam mulia dan uang yang ditransaksikan, menyebabkan adanya selisih yang besar antara jumlah uang yang diberikan tersangka dan logam mulia yang diserahkan.
“Akibat adanya selisih tersebut, untuk menutupinya, pelaku kemudian membuat surat yang diduga palsu yang pada intinya membuat seolah-olah transaksi telah dilakukan dan benar bahwa PT ANTAM mengalami kekurangan dalam penyerahan logam mulia,” ucap Kuntadi.
Kuntadi mengungkapkan bahwa tersangka dan oknum-oknum tersebut juga membuat surat palsu yang membuat seolah-olah transaksi telah dilakukan dan PT ANTAM mengalami kekurangan dalam penyerahan logam mulia.
Akibat tindakan curang ini, PT ANTAM mengalami kerugian sebesar 1,136 ton logam mulia atau sekitar Rp1,1 triliun. Kasus ini ditangani oleh Jampidsus sejak Desember 2023 dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menyebutnya sebagai kasus baru.