JABAR EKSPRES – Beberapa daerah di Indonesia akan mengenakan kenaikan tarif pajak dan jasa tertentu (PBJT) untuk kategori hiburan pada tahun 2024.
Kenaikan tarif tersebut diatur oleh UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang menetapkan pajak hiburan minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.
Tujuan dari kenaikan tarif ini adalah untuk mencapai kemandirian fiskal daerah yang selama ini masih bergantung pada pemerintah pusat.
Ada 12 jenis pajak hiburan yang diatur dalam UU tersebut. Sepuluh dari jenis pajak ini sebelumnya memiliki tarif 35 persen, namun pemerintah telah menurunkan tarifnya menjadi maksimal 10 persen.
Baca Juga : Pajak Hiburan Naik Signifikan 40-75%, Siapa yang Diuntungkan?
Sedangkan untuk jenis pajak yang ke-12, pemerintah menetapkan tarif dengan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perlombaan menetapkan tarif yang rendah demi meningkatkan pendapatan usaha.
Dalam UU tersebut, pajak hiburan terhadap 11 jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. Kesebelas jenis pajak itu, berdasarkan Pasal 55 UU 1/2022, di antaranya tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; serta pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.
Kemudian, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; serta panti pijat dan pijat refleksi.
Adapun untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, pemerintah memperbarui kebijakan dengan menetapkan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen.
Penetapan tarif pajak hiburan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang akan digunakan untuk pembangunan daerah di masa depan. Tidak hanya itu, pengenaan tarif khusus untuk jenis hiburan tertentu juga dianggap cukup adil. Jika tarif pajak tersebut diberlakukan secara merata, maka asas keadilan dalam konteks perpajakan tidak dijalankan.