Dalam mempersiapkan merebut kembali Irian Barat, Indonesia memerlukan tambahan persenjataan yang lebih banyak guna menghadapi Belanda.
Memang, pada tahun 1959, Indonesia telah belanja persenjataan untuk TNI melalui Misi Kolonel Ahmad Yani. Namun, masih belum cukup karena yang dibeli pada Misi Kolonel Ahmad Yani hanya baru kendaraan tempur ringan dan persenjataan personel.
Sedangkan musuh yang akan dihadapi memiliki persenjataan yang lebih lengkap seperti pesawat tempur dan kapal perang. Maka dari itu, guna mendapatkan persenjataan untuk melawan Belanda dalam Operasi Trikora, Indonesia melakukan pendekatan kepada Amerika Serikat tanpa melihat negara ini kedudukannya dalam sengketa antara Indonesia dan Belanda.
Jenderal TNI Abdul Haris Nasution berujar ingin meminta bantuan Amerika Serikat untuk mengimbangi Angkatan Laut dan Angkatan Udara Belanda. Hasilnya, Indonesia ditolak oleh Amerika Serikat untuk mendapatkan persenjataan dalam rangka Operasi Trikora.
Amerika Serikat menyatakan bahwa persenjataan dari negaranya hanya dikhususkan untuk sekutu dan alat-alat ini adalah soal politik, yang mana digarap oleh Departemen Luar Negeri dan Senat.
Akibat dari kejadian ini, Indonesia berpaling ke Uni Soviet walaupun ada rasa enggan dari staf umum Angkatan Darat. Rasa enggan ini dikarenakan kecurigaan terhadap komunisme masih mendominan. Tetapi harus dilaksanakan demi kesuksesan perebutan Irian Barat.
Pendekatan diplomatik yang dilakukan oleh pejabat TNI pada masa itu awalnya bersifat tertutup, selanjutnya menjadi terbuka karena diangkat ke permukaan sebagai kebijaksanaan nasional.
Pada bulan Desember 1960, pemerintah Indonesia mengirimkan Jenderal TNI Abdul Haris Nasution beserta anggota-anggotanya yaitu Menteri Luar Negeri Soebandrio, Menteri Panglima Angkatan Udara Laksamana Suryadharma untuk pergi ke Uni Soviet.
Tugas dari misi ke Uni Soviet ini adalah untuk mempercepat pelaksanaan persetujuan pembelian senjata dan peralatan yang telah ada pada tahun 1958.
Pada saat di Moskow, delegasi Indonesia berunding dengan Wakil Perdana Menteri Anastas Mikoyan, Menteri Pertahanan Marsekal (Darat) R.Y. Malinowsky, dan Wakil Menteri Luar Negeri Firjubin.
Misi ke Uni Soviet diberi nama Misi Nasution karena Jenderal TNI Abdul Haris Nasution sebagai pimpinan misi ini.