Isi konten media sosial menggambarkan isu Generasi Stroberi sebagai informasi bersentimen negatif. Unggahan (post), pesan (chat) atau cuitan (tweet) terkait Generasi Stroberi kebanyakan curahan hati Milenial. Mereka mengeluhkan sulitnya menjalani relasi kerja dengan Gen Z. Milenial beranggapan, Gen Z adalah sosok manja, haus pujian dan apresiasi, tidak memiliki pola pikir berorientasi pada target (target oriented), egosentris, dan mudah tertekan. Milenial menyimpulkan, Gen Z adalah beban bagi organisasi, institusi, dan perusahaan, alih-alih aset berharga.
Definisi Gen Z sebagai Generasi Stroberi dari Milenial adalah perwujudan social causality. Teori ini merujuk pada pendapat Tajfel, dalam buku Public Opinion 3rd Edition. Social causality adalah bagian dari stereotyping. Yaitu fenomena satu kelompok mengambinghitamkan (scapegoating) individu atau kelompok lain, atas sebuah permasalahan. Dalam konteks dunia kerja, Milenial sebagai pimpinan organisasi melakukan blaming dan scapegoating kepada Gen Z.
Padahal, sebagai pekerjaan kolektif, rendahnya kualitas kepemimpinan turut berkontribusi dalam kegagalan organisasi mencapai tujuan. Yang perlu menjadi perhatian adalah pemahaman akan arti dan konsep dasar kepemimpinan (leadership). “the action of leading a group of people or an organization” adalah definisi leadership dalam Oxford Dictionaries. Sesuai penjelasan ini, pemimpin adalah sosok pemandu dan pengarah organisasi untuk meraih tujuan bersama. Social causality ini menunjukkan Milenial bekerja mengandalkan superioritas sosial. Dan dengan mudahnya menggunakan inferioritas Gen Z sebagai penyebab rendahnya kinerja organisasi. Studi Yin (2022) mengungkap, pihak yang punya kuasa atau otoritas, cenderung menyalahkan pihak yang lebih lemah dan kurang berdaya.
Superioritas, kuasa, dan otoritas sosial milik Milenial bukanlah privilege. Justru sebuah tantangan. Milenial seyogyanya berprinsip “to walk a mile in someone’s shoes”. Secara sederhana, petuah ini mengajarkan, sebelum menilai seseorang, cobalah berimajinasi untuk menjalani hidup seperti orang yang akan Anda nilai. Milenial berkewajiban mengembangkan kemampuan analisis situasi dan kondisi serta menghubungkannya dengan dasar-dasar psikologi, antropologi, dan sosiologi. Milenial wajib meningkatkan intensitas asupan literasi, memperkuat pola komunikasi dan sering berdiskusi dengan berbagai pihak. Sebelum menilai, menilai potensi, dan mengevaluasi kontribusi Gen Z bagi organisasi.