Dari Limbah Besi Bekas Praktikum hingga Karya Seni Indah, Ini Dia Inovasi SMKN 2 Cimahi

JABAR EKSPRES – SMKN 2 Cimahi telah membuat inovasi sebelum musibah kebakaran melanda TPA Sarimukti. Melalui kreativitas siswa, limbah seperti besi bekas praktikum diubah menjadi karya seni yang tak hanya mempercantik lingkungan sekolah, tetapi juga memberdayakan siswa untuk berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan.

Meskipun perubahan belum mencapai titik signifikan, implementasi Kurikulum P5 di SMKN 2 telah menjadi fokus utama. Waka Kurikulum, Kusman Subarja, menegaskan pentingnya kelanjutan program ini, meski mengakui perlu waktu panjang. Pelaksanaannya hanya dalam periode tertentu, dan memiliki tantangan tersendiri.

“Untuk P5 sendiri dari sebelum ada program tersebut, memang ada perubahan dari konsep pembelajarannya. Kalau dari signifikasi perubahannya masih belum signifikan, karena ini berproses dan P5 itu dilaksanakannya dalam periode tertentu. Sehingga dalam aplikasinya P5 itu kegiatannya harus berkelanjutan terus menerus, mungkin pembinaannya bisa dilakukan dalam blok tertentu supaya nantinya bisa ada keberlanjutan yang berkesinambungan,” ucapnya pada Jabar Ekspres pada, Senin (13/11).

SMKN 2 menerapkan program Kurikulum P5 dengan tema gaya hidup berkelanjutan. Namun, sebelum TPA Sarimukti terbakar, sekolah telah menyusun strategi untuk mempersiapkan siswa menghadapi pemilahan sampah yang dilakukan sebagai bagian dari program tersebut.

“Sebelum terjadinya TPA Sarimukti terbakar beberapa waktu lalu, kita sudah mempersiapkan materi itu soalnya sebelumnya sudah ada kajian isu bahwa TPA Sarimukti hampir penuh dan dalam waktu dekat sekolah harus punya sebuah strategi untuk membekali anak-anak (siswa) agar tidak kaget ketika ada kebijakan tentang pengelolaan sampah. Kami coba itu masukkan ke program P5 dan kita berdiskusi bersama-sama dari mana datangnya sampah sampai kemana ujungnya sampah itu,” terang Kusman.

Meskipun siswa telah diberikan pemahaman tentang pengelolaan sampah di sekolah, tantangan muncul saat kebiasaan lama tetap melekat. Menurut Kusman, perubahan mindset siswa memerlukan upaya berkelanjutan agar kebersihan sampah tetap menjadi prioritas.

“Kendalanya, setelah program selesai siswa itu masih merasa hal tersebut hanya tuntutan sekolah. Ketika mereka pulang ke rumah tetap saja tidak melakukan itu, karena habbit mereka di rumah tidak seperti itu. Jadi pembentukan di sekolah yang sudah dibentuk sedemikian rupa, kembali lagi ke rumah atau ke lingkungan masyarakat dan belum terbentuk habbit yang sama, maka anak dapat terkontaminasi lagi,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan