JABAR EKSPRES – Seorang menteri Israel mengulangi pernyataan kontroversialnya bahwa hak-hak pemukim ilegal lebih penting daripada hak-hak warga Palestina.
Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Nasional dan pemimpin partai ekstremis Otzma Yehudit, membuat pernyataan tersebut pada Jumat ketika membela penutupan toko-toko milik warga Palestina di Huwara, sebuah kota di Tepi Barat yang diduduki Israel.
“Hidup kami lebih penting daripada kebebasan bergerak (dan berdagang) bagi warga Palestina. Kami akan terus menyampaikan kebenaran ini dan bekerja untuk mewujudkannya,” ujarnya.
Ben-Gvir sebelumnya memicu kemarahan pada Agustus ketika ia mengatakan bahwa kebebasan bergeraknya di wilayah pendudukan lebih tinggi daripada warga Palestina.
BACA JUGA: Serangan Roket Gaza Sasar Kota-Kota Israel di Tengah Memanasnya Konflik
Pernyataannya dikecam oleh AS dan negara-negara lain sebagai “menghasut” dan “rasis”.
“Hak saya, hak istri dan anak-anak saya untuk bergerak di sekitar Yudea dan Samaria, lebih penting daripada kebebasan bergerak bagi orang-orang Arab,” katanya kepada saluran lokal Israel.
Ben-Gvir juga mengatakan minggu ini bahwa meludahi orang Kristen “bukanlah tindakan kriminal”, setelah sebuah video menunjukkan orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks meludah di dekat sebuah prosesi Kristen di Yerusalem Timur yang diduduki. Video tersebut menimbulkan kemarahan dan kritik yang meluas.
Ben-Gvir dikenal karena pandangannya yang rasis dan anti-Arab. Dia telah dihukum karena menghasut rasisme dan mendukung terorisme di masa lalu.
BACA JUGA: Masyarakat Sipil Palestina dan Israel Bersatu untuk Menentang Kekerasan Agresi Militer
Tepi Barat yang diduduki telah menyaksikan lonjakan kekerasan dalam beberapa bulan terakhir, karena pasukan Israel sering menyerang kota-kota dan desa-desa Palestina.
Lebih dari 230 warga Palestina telah terbunuh oleh pasukan Israel sejak awal 2023, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Setidaknya 35 warga Israel juga telah terbunuh dalam serangan Palestina selama periode yang sama, jumlah korban Israel tertinggi sejak 2005.
Israel merebut Yerusalem Timur pada Perang Arab-Israel 1967 dan kemudian mencaploknya dalam sebuah langkah yang tidak diakui oleh masyarakat internasional.