Menengok Mata Air Cikendi, Tak Surut di Musim Kemarau

JABAREKSPRES.COM, BANDUNG – Dampak musim kemarau yang  melanda sejumlah titik di wilayah Bandung Raya, krisi air pun meluas. Namun, hal itu tidak berlaku bagi warga Kampung Cikendi, Kelurahan Hegarmanah, Kota Bandung. Alasanya, karena di tempat itu terdapat Mata Air Cikendi atau dikenal dengan Pancuran Tujuh.

Kamis (5/10), Jabar Ekspres juga berkunjung ke mata air yang ada di Kecamatan Cidadap itu. Airnya masih mengalir deras, walaupun saat ini tengah dalam musim kemarau.

BACA JUGA: Geger! Pelajar SMKN di Kabupaten Bogor Akhiri Hidup, Ditemukan Tewas di Kamar Mandi Rumahnya

Kawasan itu cukup rindang, karena masih banyak pohon-pohon besar tumbuh. Itu juga bisa jadi alasan kenapa kawasan itu masih mampu menyimpan sumber air bagi masyarakat.

Air yang keluar dari mata air itu ada yang dialirkan lewat tujuh pancuran. Itulah alasannya kenapa mata air itu dikenal dengan nama Pancuran Tujuh.

Di pancuran itulah, biasanya warga sekitar memanfaatkan air untuk berbagai aktivitas. Mulai dari mandi, mencuci pakaian, dan berbagai keperluan lain.

Selain itu, air dari mata air tersebut juga ditampung dalam tandon air. Kemudian, air itu dialirkan ke sejumlah rumah – rumah warga sekitar.

Makanya, ketika musim kemarau seperti ini warga sekitar tidak bingung. Stok air mereka tetap melimpah.

“Sejauh ini belum pernah surut. Jadi gak bingung kalau kemarau seperti sekarang,” kata Liyah, warga sekitar.

Liyah menambahkan, untuk bisa menikmati air bersih dari mata air itu, warga juga tidak perlu keluar biaya alias gratis.

“Ada yang mengambil air lewat pipa yang dialirkan ke rumah. Ada juga yang datang langsung ke Pancuran Tujuh,” tuturnya.

Menurut Liyah, ketika musim kemarau seperti ini tidak hanya warga setempat yang datang ke mata air tersebut. Tetapi sejumlah warga dari RW lain juga kerap datang. “Mungkin karena sumurnya kering, jadi ikut ambil air kesini,” imbuhnya.

Bahkan sampai saat ini, mata air itu juga masih jadi rujukan beberapa warga luar kota. Namun biasanya mereka datang bukan karena faktor kekeringan, tetapi untuk melaksanakan sejumlah ritual tertentu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan