Hukum Foto Prewedding dalam Islam Menutut Sekertaris MUI

JABAR EKSPRES- Sesi pemotretan sebelum pernikahan atau yang dikenal dengan foto prewedding tengah menjadi topik hangat di media sosial. Hal ini disebabkan oleh insiden baru-baru ini di mana sebuah pasangan melakukan foto prewedding dengan penggunaan flare yang akhirnya menyebabkan kebakaran di kawasan wisata Gunung Bromo.

Meskipun demikian, bagaimana pandangan Islam terhadap kegiatan prewedding? Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Miftahul Huda, menjelaskan bahwa foto prewedding tidak sesuai dengan syariat Islam apabila dilakukan sebelum akad nikah.

“Secara syariat, jika hal itu terjadi sebelum akad, maka itu termasuk perbuatan yang tidak dianjurkan. Hal ini tidak sesuai dengan syariat karena belum ada ikatan pernikahan,” ujar Kiai Miftah  (13/9/2023).

Dalam sesi foto prewedding, terkadang terdapat momen mencium kening wanita. Namun, status hubungan pasangan tersebut masih bersifat ajnabi (orang yang belum melakukan akad nikah).

“Dan terkadang dalam sesi foto prewedding, ada juga yang melibatkan pihak ketiga yang mengatur gaya pemotretannya. Terlebih lagi, jika belum ada ikatan nikah, maka itu masih termasuk dalam kategori ajnabi dan harus dihindari,” jelasnya.

BACA JUGA : Inilah Tanggapan Ust. Abdul Somad Mengenai Rebo Wekasan

Menurut pandangan syariat, seorang laki-laki hanya diperbolehkan melihat wajah dan telapak tangan perempuan ajnabi yang bukan mahramnya. Namun, dalam sesi foto prewedding, kemungkinan besar akan ada instruksi untuk berpegangan meskipun belum secara resmi menjadi suami istri.

“Hanya dua bagian tersebut yang diperbolehkan untuk dilihat. Sementara, dalam foto prewedding, terdapat kecenderungan untuk mendekat dan bahkan kemungkinan besar melakukan kontak fisik,” tambah Kiai Miftah.

Namun, jika foto prewedding dilakukan setelah akad nikah, maka hal tersebut adalah hal yang sah menurut hukum Islam. Pasangan yang melakukan pemotretan tersebut telah memiliki status pernikahan yang sah.

“Jika prewedding dilakukan setelah akad nikah, maka hal tersebut sudah dianggap sah,” tandasnya.

Tidak hanya dari segi syariat, foto prewedding juga memiliki potensi untuk menimbulkan mudharat seperti yang terjadi pada pasangan yang menggunakan flare di Bromo beberapa waktu lalu. Menurut Kiai Miftah, jika foto prewedding menimbulkan mudharat semacam itu, maka kesalahan tersebut dapat berlipat ganda.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan