JABAR EKSPRES – Para pemimpin ASEAN dan China telah mencapai kesepakatan untuk mempercepat negosiasi mengenai Code of Conduct (COC) di Laut China Selatan. Kesepakatan ini diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, dalam pertemuan antara China dan para pemimpin ASEAN yang berlangsung hari ini, Rabu (6/9).
Dalam pernyataannya, Menteri Retno mengatakan bahwa para pemimpin ASEAN dan China menyambut baik pedoman percepatan negosiasi COC yang telah disusun. Dokumen yang mengatur upaya percepatan penyelesaian COC ini berjudul “Guidelines for Accelerating the Early Conclusion of an Effective and Substantive Code of Conduct in the South China Sea.”
Pedoman ini menekankan perlunya pembahasan efektif dan substansial mengenai sikap negara-negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan. Tujuannya adalah untuk mempercepat penyelesaian negosiasi COC dengan hasil yang efektif dan substansial.
Baca Juga: Islamofobia: Seorang Pria Asal Kanada Menghadapi Pengadilan Hukum Usai Menabrak Keluarga Muslim Hingga Meninggal
Selain pembahasan COC, pertemuan antara para pemimpin ASEAN dan Perdana Menteri China, Li Qiang, juga mencapai kesepakatan dalam beberapa dokumen lainnya. Di antaranya adalah kerja sama ASEAN-China dalam ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP), kerja sama di bidang pertanian, rencana pengembangan ekonomi hijau, kerja sama di bidang ekonomi digital, dan kerja sama dalam transfer teknologi dan penelitian.
Menteri Retno juga menyoroti pentingnya mempertahankan kepercayaan (trust) dan menghormati hukum internasional sebagai modal untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan. Isu COC Laut China Selatan juga menjadi perbincangan dalam pertemuan ASEAN-Jepang, di mana pentingnya menjaga situasi kondusif di kawasan ini ditekankan oleh para pemimpin.
Baca Juga: Mentri Kebudayaan Arab Saudi Akhirnya Ijinkan Adanya Program Diploma Musik
Sejak dimulai pada tahun 2002, perundingan mengenai COC di Laut China Selatan telah menghadapi banyak hambatan. COC ini diharapkan dapat mengatur perilaku negara-negara yang memiliki klaim di wilayah Laut China Selatan, yang selama ini menjadi sumber perselisihan antara China dan sejumlah negara tetangga.
Meskipun Pengadilan Arbitrase Internasional telah menolak klaim wilayah China di Laut China Selatan pada tahun 2016, China tetap meneruskan pembangunan pulau dan fasilitas militer di kepulauan seperti Spratly dan Paracel, yang sering menjadi pemicu ketegangan dengan negara-negara seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam.