JABAR EKSPRES- Ribuan warga Korea Selatan (Korsel) dari berbagai kalangan seperti nelayan, politisi, dan aktivis bersatu dalam aksi protes di pusat Kota Seoul pada Sabtu (26/8) untuk mengecam tindakan Jepang dalam membuang air limbah terkontaminasi nuklir ke laut.
Dalam unjuk rasa ini, mereka dengan tegas menyuarakan seruan-seruan seperti “Segera Hentikan Pembuangan Air Limbah Radioaktif ke Laut” dan “Jepang Harus Tanggung Jawab atas Limbah Nuklirnya di Negerinya Sendiri”.
Mereka juga menekankan urgensi bagi pemerintah Korsel untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap pemerintah Jepang melalui Pengadilan Internasional.
Aksi protes ini terjadi setelah Jepang memulai tahap pertama pembuangan air limbah radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi yang sudah tidak beroperasi pada Kamis (24/8) lalu.
Kim Young-bok, seorang nelayan berusia 63 tahun dari wilayah Yeonggwang di pesisir barat daya Korsel, mengungkapkan dampak buruk dari tindakan ini. “Para pedagang tidak mau lagi membeli hasil tangkapan nelayan, seperti kepiting biru, karena harganya merosot tajam. Bisnis pasar grosir produk laut di kota-kota seperti Seoul dan Busan mengalami penurunan yang signifikan,” ungkapnya saat berpartisipasi dalam aksi.
Sang anak laki-laki berusia delapan tahun yang berdiri di samping ibunya menyatakan ketidakmengertian atas tindakan Jepang membuang air limbah ke laut yang secara bersama-sama dimiliki oleh berbagai negara. Sementara itu, seorang anak perempuan berusia 10 tahun menyampaikan rasa tidak bisa berenang di laut karena pembuangan limbah beracun.
Baca juga: Kenapa Jepang Melepaskan Limbah Nuklir Fukushima ke Laut? Berikut Penjelasannya
Profesor Yuji Hosaka dari Universitas Sejong di Seoul juga turut bersuara. “Saya merasa prihatin dengan masyarakat Korsel karena Jepang, tempat kelahiran saya, memilih membuang air limbah radioaktif ke laut,” katanya.
Baca juga: Terus Kembangkan Senjata Nuklir, Kim Jong-un Periksa Pabrik Senjata
Hosaka menyoroti alternatif lain yang pernah diusulkan pada 2017, yaitu penyimpanan air limbah dalam tangki besar selama lebih dari 100 tahun. Sayangnya, usulan ini diabaikan oleh pemerintah Jepang.
Lee Jae-myung, pemimpin Partai Demokrat Korsel, yang merupakan partai oposisi utama, mengutuk pembuangan air limbah sebagai tindakan yang merusak kemanusiaan dan deklarasi perang terhadap negara-negara di sekitar Samudra Pasifik. Ia mendesak agar Tokyo segera menghentikan tindakan tersebut yang berpotensi merusak keselamatan global.