Perjalanan Dua Tahun Pemerintahan Taliban: Gelombang Persekusi Terhadap Perempuan Afghanistan

JABAR EKSPRES – Sebuah laporan terbaru dari Afghan Witness mengungkapkan bahwa perempuan di Afghanistan telah menjadi korban kejahatan berbasis gender yang mengerikan, termasuk femisida yang mengerikan, selama negara tersebut dikuasai oleh Taliban. Laporan tersebut mengidentifikasi lebih dari 3.000 klaim pelanggaran hak asasi manusia sejak kekuasaan Taliban berawal pada Agustus 2021.

Para peneliti yang mengandalkan data dari sumber terbuka telah secara cermat mendokumentasikan lebih dari 1.900 kasus pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pembunuhan, penahanan sewenang-wenang, dan penyiksaan yang telah terjadi sejak awal tahun lalu.

Salah satu aspek yang paling mengguncangkan dalam laporan tersebut adalah ratusan perempuan yang telah dibunuh secara sadis oleh Taliban. Statistik yang terungkap menunjukkan peningkatan perlahan dalam kasus-kasus tersebut sejak Januari 2022.

Baca Juga: BRI Masuk Jajaran Kinerja Perusahaan Terbaik Fortune Indonesia 100

Afghan Witness dalam laporannya mengungkapkan, “Sejak awal tahun 2022, kita telah menyaksikan kasus-kasus dimana perempuan dianiaya dan dibunuh secara brutal, sering kali dalam keadaan kekerasan dan kebrutalan yang mengejutkan.” Fenomena ini, seperti yang dilaporkan oleh Independent, tercatat di seluruh wilayah Afghanistan dari Januari 2022 hingga Juli 2023, termasuk situasi di mana perempuan dipenggal atau ditembak serta kasus penusukan.

Pentingnya laporan Afghan Witness juga terletak pada fakta bahwa banyak mayat perempuan ini ditemukan terbuang di sungai atau jalan-jalan. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa korban-korban ini sering mengalami penyiksaan atau mati lemas sebelum tubuh mereka dihempaskan begitu saja.

David Osborn, seorang anggota tim Afghan Witness, mengomentari situasi ini dengan menyatakan, “Taliban secara jelas telah melanggar banyak janji awal mereka terkait hak asasi manusia, terutama hak perempuan dan anak perempuan. Situasinya semakin memburuk dengan munculnya kasus-kasus femisida yang mengkhawatirkan, pengembalian hukuman cambuk dan eksekusi publik, serta penangkapan dan penahanan terhadap mantan personel militer dan penindasan berkelanjutan terhadap masyarakat sipil, media, dan aktivis.”

Baca Juga: MKy Clothing, Cocok untuk Kebutuhan Fashion Harian Gaya Hidup Wanita

Sebelumnya, pemerintahan Taliban telah menerapkan aturan yang sangat ketat terhadap perempuan, termasuk larangan bekerja, mendapatkan pendidikan tinggi, bergerak bebas di ruang publik, dan terlibat dalam aktivitas olahraga. Sebagai tanggapan atas pembatasan ini, sejak Agustus 2021 telah terjadi puluhan aksi protes di jalan-jalan, yang sebagian besar dipimpin oleh perempuan. Para demonstran ini telah bersatu menentang pembatasan-pembatasan yang membatasi akses perempuan dan anak perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan.

Tinggalkan Balasan