Pertumbuhan Minimarket Turut Pengaruhi Pendapatan Daerah

BANDUNG, JABAR EKSPRES – Pemkot dan DPRD Kota Bandung tengah menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan (Minimarket). Hal itu juga terkait keberlangsungan pertumbuhan minimarket di Kota Bandung.

Selama ini, pertumbuhan minimarket di Kota Bandung ternyata juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah. Hal itu diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jawa Barat (Jabar), Yudi Hartanto. “Tetap ada kontribusi ke pendapatan daerah terkait pendirian minimarket atau toko swalayan,” katanya kepada Jabar Ekspres.

Yudi menguraikan, ada sejumlah kewajiban yang perlu dibayarkan ke daerah terkait pendirian minimarket di Kota Bandung. Kewajiban tersebut di antaranya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Restoran atau Pajak Bangunan 1 (PB1). “PB1 ini berlaku jika minimarket ada foodcourt atau pujasera,” jelasnya.

Yudi menambahkan, kewajiban lainya adalah retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). “Ini berlaku saat mendirikan bangunan,” jelasnya.

Menurut Yudi, ketentuan pembayaran beberapa kewajiban itu juga tergantung dari jenis masing – masing. Misalnya untuk PBB dibayarkan setahun sekali, sedangkan untuk pajak parkir dibayarkan tiap bulan.

BACA JUGA: Budayawan Sunda Tidak Setuju Pembangunan Minimarket Ubah Fungsi Cagar Budaya

Karena itu, hadirnya minimarket atau toko swalayan juga turut memberikan andil terhadap pendapatan daerah. Dalam pembahasan Raperda Minimarket kali ini, Aprindo Jabar juga memiliki sejumlah keberatan.

Khususnya terkait pengaturan jarak pembangunan minimarket dan pembatasan jam operasional. Yudi menguraikan, Kota Bandung saat ini telah menjadi kota metropolitan. Tidak sedikit pusat-pusat keramaian tersebar di Kota Bandung. “Sudah tidak lagilah ada pengaturan jarak (minimarket dengan pasar rakyat. red),” katanya.

Menurut Yudi, masyarakat Kota Bandung juga sudah cerdas. Mereka bisa memilah dan memilih kebutuhan masing-masing. Contohnya jika menginginkan bahan makanan yang fresh perginya ke pasar rakyat atau pasar tradisional. “Jadi tanpa diatur jarakpun, omset telah terbagi sendiri. Masyarakat Bandung sudah pintarlah,” sambungnya.

Selain soal pengaturan jarak, Aprindo juga turut menyoroti soal pembatasan jam operasional. Menurut Yudi, Kota Bandung ini juga tengah bergerak menjadi kota wisata, maupun kota metropolitan. Tidak sedikit wisatawan ataupun maayarakat Bandung sendiri membutuhkan perlengkapan ataupun transaksi jasa di pagi hari.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan