JABAR EKSPRES – Kepolisian Republik Indonesia berhasil mengungkap kasus penjualan organ tubuh lintas negara. Harga sebuah ginjal ternyata di banderol cukup murah, hanya sekitar Rp100 juta.
Hal ini di sampaikan oleh Kadivhubinter Mabes Polri, Irjen Krishna Murti, melalui postingan di akun Instagram pribadinya.
Irjen Krishna Murti menyoroti praktik perdagangan ginjal di luar negeri yang mengkhawatirkan. Kemudian mengungkapkan keprihatinannya tentang bagaimana organ vital tersebut di perjual belikan dengan harga yang sangat rendah.
Baca juga : Memilukan! Korban TPPO Jual Ginjal Ada yang Lulusan S2
Dia menegaskan bahwa ginjal merupakan anugerah dari Allah, sehingga keberadaannya tidak sepatutnya di hargai semurah itu.
Jika masalah ini tidak di tangani dengan serius, khawatir suatu saat banyak warga negara Indonesia yang harus berurusan dengan masalah kesehatan serius akibat kehilangan ginjal mereka.
“Alhamdulillah jaringan penjualan organ tubuh lintas negara berhasil di ungkap oleh Polri. Ginjal itu dari Allah, kok bisa kalian jual murah cuma 100 juta. Kalau hal ini tidak di cegah, lama2 1/3 WNI ginjalnya cuma separuh. Pasti sebagian dari kalian komen, mereka jual ginjal karena miskin. Apa iya kalau miskin harus jual ginjal?,” kata Irjen Krishna.
Dugaan transaksi perdagangan ginjal ini terjadi di rumah sakit yang berada di bawah naungan pemerintah Kamboja. Tepatnya di rumah sakit Preah Ket Mealea.
Hingga saat ini, Polri terus berkoordinasi dengan kepolisian Kamboja untuk mengungkap lebih lanjut tentang sindikat ini.
“Tindak pidana ini terjadi di rumah sakit, yang secara otoritas di bawah kendali pemerintah Kamboja. Yaitu di rumah sakit Preah Ket Mealea,” kata Krishna kepada wartawan dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Kamis (20/7/23).
Namun, menurut Krisnha terdapat kesulitan dalam koordinasi dengan pihak Kamboja karena kurangnya kesepahaman mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di tingkat domestik.
Beberapa pihak di anggap belum menganggap tindakan ini sebagai tindak pidana, meskipun Polri yakin bahwa ini merupakan bentuk kejahatan yang serius dan harus di tindak lanjuti dengan tegas.
“Kesulitan kami, adalah belum ada kesepahaman tentang TPPO di domestik, khususnya kementerian lembaga, termasuk KBRI, sebagian menganggap ini belum tindak pidana, tapi kami meyakinkan terus bahwa ini telah termasuk tindak pidana,” ungkap Krisnha.