“Benar memang dalam test tertulis dan test psikologis dilaksanakan oleh pihak ketiga. Namun, harus diketahui bahwa ada ranah timsel dalam memeriksa hasil essay dan ini akan subjektif,” paparnya.
Lebih lanjut, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) itu menyebut, Walaupun tentu saja informasi dari banyak tempat, test tertulis dan test psikologis pun pada dasarnya disinyalir sudah politis.
Sehingga konsekuensi dari pada cacat proses dan cacat hukum adalah, pertama, timsel yang bernama Wawan setiawan diberhentikan secara tidak hormat dari tim seleksi karena tidak memegang kode etik tim seleksi bawaslu provinsi, kabupaten dan kota yang menjadi kebijakan bawaslu RI untuk seleksi di seluruh Indonesia.
Kedua, dibatalkan hasil test tertulis dan test psikologis atau dianulir nama Irvan Firmansyah dan dimasukkan urutan berikutnya secara nilai, yaitu urutan ke 21.
Jika hal ini tidak diproses secara segera dan tuntas, maka dihawatirkan bawaslu akan diisi oleh orang-orang hasil kolusi dan nepotisme. Baik kolusi dan nepotisme, karena keterkaitan saudara atau keluarga, maupun dalam konteks kolusi dengan kekuatan partai politik tertentu. Sehingga jika itu terjadi, maka pemilu yang demokratis, jujur, adil dan beradab akan rusak.
“Dan yang merusaknya adalah penyelenggara pemilu itu sendiri,” pungkasnya. (SFR)