Pakar Kebijakan Publik: Keran Moratorium Pemekaran Wilayah Perlu Dibuka Demi Keadilan

BANDUNG, JABAR EKSPRES – Sembilan usulan Calon Daerah Otonom Baru (CDOB) Jawa Barat tersandra moratorium pemerintah pusat. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Padjajaran (UNPAD) Yogi Suprayogi menilai, keran moratorium pemekaran wilayah perlu dibuka demi asas keadilan.

Yogi menguraikan, pihaknya merespon positif aksi unjuk rasa yang dilakukan sejumlah perwakilan CDOB di Gedung Sate, Kamis (13/7). “Bagus – bagus saja, itu bisa beri kekuatan tekanan kepada Pemerintah Pusat. Intinya perlu buka moratorium,” katanya kepada Jabar Ekspres, Sabtu (15/7).

Menurut Yogi, pemekaran wilayah untuk Jawa Barat cukup perlu direalisasikan. Hal itu juga untuk memenuhi asas keadilan. Dari sisi demografi, jumlah penduduk Jawa Barat terbilang cukup gemuk. Jumlahnya hampir mencapai 50 juta jiwa. Tetapi dari sisi jumlah kota kabupaten masih cukup sedikit dengan hanya 27 kota kabupaten. “Persoalan yang menyelimuti Jabar juga banyak, mulai dari stunting hingga kemiskinan,” terangnya.

BACA JUGA: Realisasi CDOB Macet Bisa Picu Aksi Separatisme, DPR Jangan Jadi Kambing Congek

Selain itu, jumlah desa di Jabar juga sedikit. Sedikitnya jumlah kota kabupaten ataupun desa di Jabar tentu berimplikasi pada minimnya kucuran dana alokasi dari pemerintah pusat.

Kondisi itu berbeda jauh dengan beberapa provinsi tetangga yang telah memiliki jumlah kota dan kabupaten lebih banyak. Walaupun secara jumlah penduduk masih lebih banyak Jabar. Misalnya Jawa Tengah, jumlahnya di kisaran 35 juta jiwa. Tetapi provinsi Jawa tengah telah memiliki 35 kota kabupaten. “Makanya wajar demo, tapi memang sulit bagi pemerintah pusat untuk membuka keran moratorium,” sambung Yogi.

Menurut Yogi, sejumlah perwakilan CDOB di Jabar juga terpicu rasa ketidak adilan karena pemerintah pusat justru menyetujui pemekaran wilayah di Papua. “Tidak ada angin dan hujan tiba-tiba pemekaran wilayah Papua disetujui. Tapi memang isunya adalah faktor keamanan. Logis di Papua dapat prioritas karena memang ada ancaman makar,” cetusnya.

BACA JUGA: Perwakilan CDOB Demo Gedung Sate Tuntut Cabut Moratorium, Massa Kesal Tak Ditemui Gubernur

Yogi menambahkan, filosofis pemekaran wilayah saat ini telah berbeda dengan beberapa tahun lalu. Hal itu tertuang dari pergantian UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dengan UU No 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. “Kalau dulu dimekarkan dulu baru dibangun, sekarang dibangun dulu baru dimekarkan. Instrumen dipersulit untuk pemekaran,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan