Hal ini juga terjadi pada rasio dokter umum di Indonesia yakni hanya 0,62 dokter per 1.000 penduduk, lebih rendah dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebesar 1,0 per 1.000 penduduk.
3. Alokasi anggaran kesehatan
Pada UU Kesehatan yang baru ada penghapusan alokasi anggaran kesehatan minimal 10 persen dari yang sebelumnya 5 persen.
Hal ini disepakati oleh DPR RI dan pemerintah, karena beranggapan, penghapusan bertujuan agar mandatory spending diatur bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, tetapi berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah.
Ini berarti program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal. Namun, penghilangan pasal itu justru tidak sesuai dengan amanah Deklarasi Abuja Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan TAP MP RI X/MPR/2001.
4. Kemudahan bagi Nakes asing untuk praktik di Indonesia
Poin yang terakhir ini menjadi permasalahan yang paling banyak jadi sorotan, yakni soal kemudahan pemberian izin untuk dokter asing.
“Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah lulus proses evaluasi kompetensi dan akan melakukan praktik di Indonesia haru memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktik (SIP),” demikian menurut Pasal 233 UU Kesehatan.
Baca juga : SAH! RUU Kesehatan Resmi Jadi UU, DPR RI: Setuju!
Persyaratan yang harus dikantongi mereka buat membuka praktik di dalam negeri adalah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara, Surat Izin Praktek (SIP), dan Syarat Minimal Praktek.
Dengan kemudahan tersebut maka keberadan dokter atau nakes asing di Indonesia akan menjamur.
Untuk lebih jelasnya mengetahui apa saja isi dari draft RUU Kesehatan secara lengkap , bisa melihat langsung pada link berikut ini :