Tradisi Brandu di Gunung kidul Memicu Wabah Antraks

Sebagai bentuk simpati dari masyarakat, Kepala Desa Candirejo, Renik David Warisman, mengungkapkan bahwa warga setempat memang melaksanakan tradisi brandu sebelum kasus antraks muncul di Dusun Jati, Desa Candirejo, Kecamatan Semanu, Gunung kidul. Menurutnya, tradisi brandu adalah cara masyarakat menunjukkan simpati terhadap tetangga yang kehilangan ternak.

“Bagi para petani, ternak adalah tabungan mereka. Oleh karena itu, jika ternak mereka mati, itu merupakan musibah bagi mereka. Jadi, tradisi brandu merupakan cara untuk meringankan beban pemilik ternak yang sedang mengalami musibah,” ujarnya. Meskipun niatnya baik, tradisi ini tetap membawa risiko penyebaran penyakit dari hewan ke manusia.

Sementara itu, Wakil Bupati Gunungkidul, Heri Susanto, menyatakan bahwa warga sering mendapatkan sosialisasi mengenai bahaya memakan daging hewan mati dalam tradisi brandu. “Sosialisasi terus-menerus telah di lakukan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) agar tradisi brandu tidak di lanjutkan. Sudah ada sosialisasi yang berulang kali di lakukan. Namun, faktor ekonomi menjadi penyebab utama karena biasanya dagingnya di anggap tidak bernilai,” jelasnya.

Selain upaya sosialisasi, Heri juga menyebut bahwa pihaknya sedang melakukan kajian untuk membahas larangan terhadap tradisi brandu. Ia berharap tidak ada lagi warga yang mengkonsumsi ternak yang sudah mati atau sakit. “Selain itu, kami juga sedang mencari upaya lain untuk membantu peternak yang memiliki ternak sakit agar tidak di konsumsi,” ungkapnya.

Baca juga : Muncul Lagi!! COVID-19 Varian EU.1.1, Siapkah Kita Menghadapinya?

Namun, Heri belum dapat memastikan upaya apa yang akan di lakukan. Ia hanya memastikan bahwa tindakan lain akan di ambil mengingat risiko tinggi yang di miliki tradisi brandu jika warga terus mengonsumsi daging yang terinfeksi antraks.

Dalam rangka menangani penyebaran penyakit antraks ini, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sedang mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih efektif dan proaktif. Di harapkan dengan upaya-upaya tersebut, tradisi brandu dapat di kurangi atau di hentikan sehingga risiko penyebaran antraks dapat di minimalisir.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan