Tradisi Brandu di Gunung kidul Memicu Wabah Antraks

JABAR EKSPRES – Tradisi brandu yang di lakukan oleh warga Kabupaten Gunung kidul, DIY di duga menjadi penyebab utama penyebaran penyakit antraks dari sapi ke manusia. Penularan ini menyebabkan tiga warga meninggal dunia dan 87 orang terinfeksi antraks.

Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) di Kementerian Pertanian, Nuryani Zainuddin, mengungkapkan hal ini dalam sebuah konferensi pers daring di akun YouTube Kementerian Kesehatan pada Kamis (6/7/2023).

Menurut Nuryani, tradisi brandu atau porak adalah tradisi masyarakat Gunung kidul yang melibatkan pembagian dan konsumsi daging hewan ternak yang sudah mati atau terlihat sakit. “Mereka menyembelih sapi dan membagi-bagikan dagingnya kepada tetangga,” jelasnya. Lalu, seperti apa sebenarnya tradisi brandu di Gunungkidul?

Kepala Bidang Kesehatan Hewan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunung kidul, Retno Widyastuti, membenarkan bahwa tradisi brandu menjadi hambatan dalam penanganan kasus antraks di daerah tersebut. “Tradisi brandu adalah salah satu penyebab kasus antraks yang tak kunjung berhenti,” katanya seperti dikutip dari Kompas.id pada Rabu (5/7/2023).

Baca juga : Ancaman Besar!! Bahaya Obat Tradisional Ilegal yang Mengintai Ginjal dan Hati

Retno menjelaskan bahwa masyarakat Gunung kidul telah lama mengenal tradisi brandu. Menurutnya, tradisi ini sebenarnya memiliki tujuan baik, yaitu membantu warga yang kehilangan ternak agar tidak mengalami kerugian besar. Namun, tradisi brandu juga membawa risiko yang membahayakan kesehatan masyarakat karena hewan ternak yang mati dapat menularkan penyakit.

Retno mengungkapkan bahwa hewan ternak yang mati di olah oleh warga dan di jual dalam bentuk paket. “Tujuan dari tradisi brandu ini adalah membantu warga yang mengalami kesulitan agar tidak mengalami kerugian yang terlalu besar. Satu paket daging di jual seharga Rp 45.000,” jelasnya.

Uang yang terkumpul kemudian di sumbangkan kepada pemilik ternak yang mengalami kesulitan. “Awalnya niatnya baik, namun saat saya berada di sana, saya menyampaikan bahwa dalam tradisi brandu, daging yang di bagikan haruslah sehat dan berkualitas sehingga tidak membahayakan manusia,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan