JABAR EKSPRES – Gugatan bunga bank ke Mahkamah Konstitusi (MK) kini menjadi sorotan sejumlah pihak. Bahkan aturan soal bunga bank pun kini menjadi perhatian publik. Seperti diketahui bahwa warga bernama Utari Sulistiowati dan Edwin Dwiyana mengajukan gugatan terkait bunga bank ke MK. Mereka memulai sidang pada Selasa, 4 Juli 2023 lalu.
Sebagai informasi, aturan soal bunga bank termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Aturan itu pun digugat oleh Utari Sulistiowati dan Edwin Dwiyana ke MK. Melalui kuasa hukum Irawan Santoso, Utari Sulistiowati dan Edwin Dwiyana menggugat ketentuan yang diatur dalam Pasal 1765,1766, 1767, dan 1768 KUHPerdata tersebut terkait bunga bank. Bukan tanpa alasan, keduanya justru merasa keberatan dengan materi beleid tersebut.
Kemudian Utari Sulistiowati dan Edwin Dwiyana menilai bahwa semua Pasal tersebut menyepakati adanya perjanjian utang-piutang yang dikenakan bunga atas pinjaman tersebut. Mereka merasa keberatan dengan aturan tersebut.
BACA JUGA: Mahkamah Konstitusi RI Sebut UU Cipta Kerja Bertentangan dengan UUD 1945
Selanjutnya, alasan para pemohon menggugat beleid tersebut karena mereka merasa hak konstitusional mereka dirugikan. Hal tersebut berkaitan dengan hak mereka dalam memeluk dan melaksanakan agamanya karena dinilai aturan tersbeut bertentangan.
Merekapun menegaskan bahwa adanya bunga bank dalam utang piutang tersebut adalah riba. Hal itu lah yang dinilainya menjadi indikator bahwa hal tersebut perlu digugat ke MK.
“Karena pembungaan uang atau memberikan bunga dalam utang piutang, hal ini bertentangan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga Interest, di mana mematok bunga dalam urusan utang piutang, maka itu dikatakan sebagai riba nasiah. Nah, itu dianggap haram,” kata Irawan seperti dikutip Dikutip JabarEskpres.com dari situs resmi MK pada Jumat, 7 Juli 2023.
BACA JUGA: Mahkamah Konstitusi Berpotensi Tidak Mengabulkan Permohonan Terhadap Penguji Perppu No 1 Tahun 2020
Irawan mengatakan bahwa oleh karena itu, mereka sebagai Warga Negara Indonesia merasa hak konstitusionalnya perlu dilindungi oleh negara. Bahkan ia mengatakan para pemohon mengatakan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan kemerdekaan melaksankan agama.
“Oleh karena itu, pemohon menganggap bahwa hal ini adalah bertentangan dengan jaminan kemerdekaan untuk melaksanakan agama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29 UUD 1945,” katanya.