Hutang Pinjol Warga Jawa Barat Tembus Hingga Rp.13,4 Triliun

JABAR EKSPRES- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa masyarakat di Jawa Barat (Jabar) merupakan pengguna pinjaman online (pinjol) atau peer to peer (P2P) lending terbanyak di Indonesia, dengan total nilai pinjaman mencapai Rp 13,8 triliun. DKI Jakarta menempati posisi kedua dengan nilai outstanding sebesar Rp 10,5 triliun.

Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, menyatakan bahwa indikasi banyaknya masyarakat yang menggunakan pinjaman P2P lending.

DKI Jakarta menduduki posisi kedua terbesar di seluruh Indonesia, sedangkan posisi pertama ditempati oleh Jawa Barat dengan nilai sebesar Rp 13,8 triliun. Hal ini disampaikan oleh Ogi dalam konferensi pers virtual pada hari Selasa (4/7/2023).

BACA JUGA : Cara Lunas Pinjaman Online (Pinjol) oleh Baznas, Inilah Syaratnya

Meskipun demikian, Ogi menjamin bahwa risiko kredit macet atau tingkat wanprestasi (TWP 90) di DKI Jakarta masih dalam kondisi baik dan berada di bawah angka nasional.

“Tingkat TWP90 (di DKI Jakarta) hanya sebesar 3,3%, bahkan lebih rendah daripada tingkat nasional yang sebesar 3,36%. Yang penting adalah tingkat TWP90 tetap terkendali,” ujarnya.

Kinerja fintech P2P lending pada bulan Mei 2023 menunjukkan pertumbuhan, dengan total pembiayaan yang mencapai Rp 51,46 triliun, meningkat sebesar 28,11% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year on year).

Namun, terjadi peningkatan tingkat wanprestasi (TWP90) menjadi 3,36%, dibandingkan dengan angka sebelumnya yang sebesar 2,82%.

Terkait dengan kewajiban pemenuhan ekuitas minimum fintech P2P lending sebesar Rp 2,5 miliar yang berlaku mulai 4 Juli 2023, Ogi mencatat bahwa terdapat 33 perusahaan pinjol yang belum memenuhi persyaratan hingga bulan Mei 2023.

BACA JUGA : Jawa Barat Tertinggi Pengguna Pinjol di Indonesia, Capai Rp13,8 T!

“OJK telah meminta rencana aksi pemenuhan ekuitas minimum kepada P2P lending yang belum memenuhi persyaratan tersebut dan akan melakukan pemantauan secara berkelanjutan. Bagi penyelenggara P2P lending yang tidak dapat memenuhi persyaratan ekuitas minimum hingga batas waktu yang telah ditetapkan dalam POJK Nomor 10 Tahun 2022, akan dilakukan pengawasan sesuai ketentuan yang berlaku,” ungkap Ogi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan