JABAR EKSPRES- Sebuah penelitian yang dilakukan oleh National Cancer Institute menunjukkan bahwa memasak makanan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi DNA makanan dan berpotensi meningkatkan risiko terjadinya kanker.
Menurut laporan Medical Daily pada tanggal 15 Juni, memasak makanan dengan suhu tinggi dapat merusak DNA dalam makanan, yang terkait dengan kemungkinan timbulnya berbagai jenis kanker.
Ketika seseorang mengonsumsi makanan, DNA dalam makanan tersebut juga ikut terkonsumsi. Ketika makanan dimasak dengan suhu tinggi, molekul-molekul kecil terbentuk yang berinteraksi dengan DNA sehat di dalam tubuh saat makanan dicerna.
Para ahli menyatakan bahwa molekul-molekul kecil yang dihasilkan oleh panas tersebut memiliki sifat karsinogenik, yaitu dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Namun, apakah suhu tinggi dapat merusak DNA makanan masih merupakan hipotesis yang perlu lebih banyak penelitian.
“Penelitian kami menghasilkan banyak pertanyaan tentang risiko kesehatan kronis yang belum banyak dieksplorasi, namun kemungkinan besar ada, terkait dengan mengonsumsi makanan yang dipanggang, digoreng, atau disiapkan dengan suhu tinggi,” kata Eric Kool, peneliti dan penulis penelitian tersebut.
Untuk menguji dampak suhu tinggi pada DNA makanan, tim peneliti dari Stanford University, National Institute of Standards and Technology, University of Maryland, dan Colorado State University memasak daging babi giling, daging sapi giling, dan kentang dengan dua metode yang berbeda.
Metode pertama, daging direbus dalam air mendidih selama 15 menit pada suhu 100 derajat Celsius. Metode kedua, daging dipanggang dalam oven yang sangat panas selama 20 menit pada suhu 220 derajat Celsius.
Setelah daging matang, mereka memeriksa DNA dalam makanan tersebut dan menemukan bahwa semua makanan yang diuji mengalami kerusakan pada DNA saat dimasak, terutama pada suhu yang sangat tinggi.
Kerusakan pada DNA berpotensi menyebabkan perubahan pada gen seseorang. Perubahan gen ini dapat menyebabkan sel-sel dalam tubuh tumbuh secara tidak terkendali, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kanker.
Selain itu, para peneliti juga melakukan eksperimen pada tikus. Mereka menyuntikkan sel-sel yang dihasilkan di laboratorium ke dalam tikus dan memberi tikus makanan yang mengandung DNA yang rusak akibat panas.