Hal ini disebabkan oleh kurangnya semangat olahraga yang sebenarnya karena para atlet yang telah bersiap-siap jauh-jauh hari untuk SEA Games Kamboja 2023 merasa dirugikan.
BACA JUGA: Mendali Emas Pertama Diraih Agus Prayogo di SEA Games 2023
Kondisi fisik dan mental para atlet tidak dihargai, sehingga mengurangi nilai olahraga yang seharusnya dijunjung tinggi.
Menurut pengamat olahraga Fritz Simanjuntak, SEA Games semakin kehilangan makna dan tujuan untuk meningkatkan kualitas serta prestasi para atlet di negara-negara ASEAN.
“Kalau memang diperuntukan untuk membina dan membangun para atlet di Olimpiade atau Asian Games, ya seharusnya SEA Games memasukan cabor-cabor unggulan saja,” kata Fritz.
Masalah ini tidak hanya berhubungan dengan sportivitas hingga kecurangan di atas arena pertandingan, tetapi juga terkait dengan kegagalan Kamboja dalam mempersiapkan beberapa fasilitas, seperti tempat yang digunakan untuk ajang multievent dua tahunan terbesar di Asia Tenggara ini.
“Oleh karena itu olahraga Asia Tenggara tidak banyak berbicara di Asian Games pun Olimpiade. Karena SEA Games beralih cuma jadi hajat bagi-bagi emas buat tuan rumah,” kata dia.
Menurut jurnal Pattharapong Rattannasevee di South China Morning Post, SEA Games telah kehilangan nilai-nilai profesionalisme dan menjadi ajang yang meluapkan sentimen dan keegoisan tuan rumah.
“Pola ini harus diubah, tak bisa tuan rumah kerap jadi juara umum. Olahraga adalah sebuah proses bukan instan dan acuannya pada kompetisi di atasnya baik kontonental pun dunia.”
Banyak tuan rumah yang hanya memikirkan kontingen mereka dan mengabaikan nilai sportivitas, semata-mata untuk meraih posisi juara umum atau finis di tiga besar.
Akibatnya, kompetisi ini lebih terkesan sebagai adu gengsi yang tak sehat antar negara Asia Tenggara, daripada sebagai ajang olahraga yang sejati.
Hal ini menjadikan SEA Games dinilai sebagai kejuaraan atlet amatir di mata dunia, sehingga ajang multievent ini tak dapat maju ke depan.