PERUBAHAN berskala besar dibutuhkan guna memberantas penyakit malaria. Diantaranya menghilangkan tempat indukan nyamuk Anopheles.
Hal tersebut disinyalir bakal memberi dampak besar, guna menghapus penyakit malaria.
Dokter Spesialis Anak, dr. Inke Nadia Diniyanti Lubis mengungkapkan perubahan skala besar itu pertama-tama, perlu dilakukan di kawasan pedesaan.
“Perlu pendekatan khusus di pedesaan dengan skala besar untuk menghilangkan tempat dengan air yang tidak mengalir agar nyamuk tidak bertelur,” kata Inke dalam diskusi memperingati Hari Malaria Sedunia yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (27/4) dilansir dari ANTARA.
Dirinya menuturkan, pada dasarnya nyamuk malaria berbeda dengan nyamuk demam berdarah. Khususnya dalam hal berkembang biak.
Lain halnya nyamuk demam berdarah, kata Inke, nyamuk malaria tidak menyukai tempat yang bersih dan cenderung digunakan manusia.
Sebaliknya, nyamuk malaria berkembang biak di genangan air di alam terbuka. Seperti sawah atau perkebunan karet. Di mana hal tersebut kerap ditemui di wilayah pedesaan.
“Maka pendekatan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) yang dipakai untuk pencegahan demam berdarah kurang sesuai, tapi bukan berarti tidak dilakukan,” ujar dokter yang menyelesaikan pendidikan S3 di London School of Hygiene and Tropical Medicine pada tahun 2018 lalu itu.
Selain itu, kebiasaan masyarakat desa yang suka beternak juga menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan.
Inke mengatakan kandang ternak tidak boleh terlalu dekat dengan rumah karena baunya akan memancing nyamuk Anopheles datang dan berisiko menggigit anggota keluarga yang ada di rumah.
“Jangkauan terbang nyamuk Anopheles dapat mencapai 500 meter dari tempat perkembangbiakannya,” jelas Dokter yang merupakan dosen ilmu kesehatan anak di Universitas Sumatera Utara (USU) i
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu mengungkapkan pada tahun 2000 hingga 2015 jumlah penyakit malaria menurun drastis hingga 75 persen, namun setelahnya menunjukkan angka yang stagnan.
Menurutnya perlu ada pendekatan lain untuk dilakukan mengingat banyak program yang sebelumnya dilakukan terkendala akibat pandemi COVID-19 sehingga terdapat kenaikan jumlah kasus malaria setelah pandemi COVID-19.