JABAR EKSPRES- Biasanya membaca atau mengucapkan niat merupakan salah satu rukun dalam Ibadah. Lalu apakah sah puasa seseorang tanpa mengucapkan niat atau lupa baca niat puasa? Simaklah penjelasannya di bawah ini.
Kadang kala kita lupa untuk baca niat puasa, oleh sebab itu dianjurkan bagi umat muslim membaca niat saat malam hari agar tidak lupa.
Jikalau mengutip dari laman islami.co, niat puasa ini wajib diucapkan saat malam hari ketika saat ternbenamnya matahari hingga terbitnya matahari lagi.
Penjelasan di atas didasarkan dari sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “Barangsiapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar maka tidak ada puasa baginya.” (Hadis Riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, an Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Berdasarkan hadist yang disediakan diatas, maka tak membaca niat puasa Ramadhan pada malam hari maka puasanya tidak sah.
Meskipun ia melaksanakan sahur atau makan sahur, tetapi lupa tak baca niat puasa maka tetap ia harus mengganti puasanya.
Dikarenakan sahur ini tidak mewakilkan niat Puasa. Seperti riwayat Al Alim Allamah Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, murid imam ahli fikih Ibnu Hajar al Haitami di dalam Kitab Fathul Mu’in yang mengatakan sebagai berikut.
“Makan sahur tidak cukup sebagai pengganti niat, meskipun ia makan sahur bermaksud agar kuat melaksanakan puasa. Dan mencegah dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa karena khawatir akan terbitnya fajar juga tidak mencukupi sebagai pengganti niat selama tidak terbersit (di dalam hatinya) niat puasa dengan sifat-sifat yang wajib disinggung di dalam niat.”
Meskipun tidak sah, tak berarti orang itu diperbolehkan makan dan minum atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa selama hari itu.
Ia harus tetap menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa untuk menghormati orang yang berpuasa.
Pendapat Lain Mengenai Lupanya Membaca Niat Shaum
Tetapi ada pendapat lain mengenai lupanya membaca niat Puasa
Ada beberapa pendapat lain yang menganggap orang yang telah sahur tetap sah puasanya meski lupa membaca niat puasa, sebagaimana pendapat tersebut disampaikan oleh Syekh Ibrahim al-Bajuri berikut.