Bergaya Eropa Jawa, Masjid Cipaganti Bandung ini Jadi Rujukan Itikaf Artis dan Pejabat

JABAR EKSPRES – Masjid Besar Cipaganti bisa menjadi salah satu tujuan alternatif wisata religi di Ramadan kali ini.

Masjid yang terletak di Jalan Cipaganti 85, Kecamatan Sukajadi Kota Bandung itu kerap jadi rujukan tempat itikaf bagi kalangan artis dan pejabat di pengujung Ramadan.

Ketua DKM Masjid Besar Cipaganti Mochammad Zaenal Muttaqien mengungkap, ada beragam kegiatan yang disiapkan selama Ramadan 1444 Hijiriah kali ini.

Pertama, DKM menyediakan sejumlah stand di halaman masjid. Stand itu dapat diisi para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kota Bandung untuk memasarkan produknya selama Ramadan.

“Kami persilahkan memanfaatkan stand yang ada,” tuturnya kepada Jabar Ekspres, Sabtu 25 Maret 2023

Mochammad melanjutkan, di masjid itu DKM juga menyediakan tempat bagi para donatur untuk menyiapkan takjil.

Panitia menyediakan sejumlah kompor dan peralatan lain yang dapat dimanfaatkan para donatur jika perlu mengolah terlebih dahulu takjil yang akan disajikan

Masyarakat yang datang ke Masjid Besar Cipaganti juga tidak perlu khawatir kehabisan takjil selama Ramadan. Karena pihak masjid menyediakan 600 ribu takjil selama Ramadan kali ini.

“Kolaborasi dengan sejumlah donatur. Misal ada hari yang kosong maka dari DKM yang menyediakan,” imbuhnya.

Mochammad menambahkan, kegiatan selanjutnya adalah kultum yang digelar selepas waktu salat. Seperti selepas subuh, dzuhur, dan tarawih.

“Ini sebenarnya rutin di luar Ramadan juga, bedanya kalau Ramadan ada di selepas tarawih,” cetusnya.

Untuk menyemarakkan Ramadan, DKM juga bakal menggelar lomba azan, kaligrafi dan mewarnai untuk tingkat SD dan SMP. Rencananya bakal digelar di minggu kedua Ramadan.

Masih kata Mochammad, salah satu masjid tertua di Kota Bandung itu juga biasa menjadi tempat rujukan kalangan artis dan pejabat Kota Bandung untuk iktikaf. Biasanya akan ramai di 10 malam terakhir Ramadan.

 

Masjid ini menarik untuk jadi salah satu rujukan wisata religi selama Ramadan karena memiliki sejumlah keunikan. Utamanya dari desain arsitektur bergaya eropa – jawa. Masjid itu juga diarsiteki arsitek Belanda C.P.W. Schoemake.

 

Mochammad menguraikan, masjid itu dibangun kembali pada 1933. Kemudian bisa digunakan sekitar 1934. “Sejak 1820 sudah ada masjid tapi dari kayu. Dirubuhkan Belanda. Makanya istilahnya dibangub kembali,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan